Mutu pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang
menentukan martabat atau kemajuan suatu bangsa.
Dengan mencermati mutu pendidikan suatu bangsa/negara, seseorang akan
dapat memperkirakan peringkat negara tersebut di antara negara-negara di
dunia. Oleh karena itulah, bangsa yang
maju akan selalu menaruh perhatian besar terhadap dunia pendidikannya, dengan
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti
meningkatkan anggaran pendidikan, menyelenggarakan berbagai lomba dalam berbagai
aspek pendidikan, atau mengirimkan para tunas bangsa untuk menimba ilmu di
negara lain. Beragam upaya ini dilakukan karena kesadaran akan pentingnya
pendidikan, dan keyakinan bahwa bangsa yang mengabaikan pendidikan akan menjadi
bangsa yang tertinggal, yang akan kalah bersaing dengan bangsa-bangsa
lain.
Di Indonesia, rendahnya mutu pendidikan merupakan salah
satu dari empat masalah pokok pendidikan yang telah diidentifikasi sejak tahun
60-an. Perhatian terhadap pendidikan
memang cukup besar, namun meskipun sudah banyak usaha yang dilakukan, sampai
kini masalah mutu pendidikan tampaknya belum dapat diatasi. Keluhan tentang rendahnya mutu lulusan masih
terus bergema. Lulusan SD, SLTP, dan
SLTA belum mampu bernalar dan berpikir kritis, serta masih tergantung kepada
guru. Kemampuan siswa untuk mandiri belum terwujud, sehingga prakarsa siswa
untuk memulai sesuatu tidak terlampau sering ditemukan. Penguasaan siswa lebih terfokus pada
pengetahuan faktual karena itulah yang dituntut dalam ujian akhir. Ujian nasional lebih banyak menuntut
kemampuan siswa untuk menghapal daripada mempersyaratkan mereka berpikir kritis
atau mendemonstrasikan keterampilan.
Pangkal penyebab dari semua ini tentu sangat banyak
tetapi tudingan utama banyak ditujukan kepada guru karena gurulah yang
merupakan ujung tombak di lapangan yang bertemu dengan siswa secara terprogram.
Oleh karena itu, guru dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab
terhadap hasil yang dicapai oleh siswa.
Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah seperti ini? Siapa yang harus bertanggung jawab? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tentu
muncul pada setiap warga negara yang peduli pada masa depan bangsa, dan
merupakan tantangan besar bagi Departemen Pendidikan Nasional, khususnya bagi
lembaga penghasil guru.
Pembahasan
Menelisik Kembali Sejarah Guru
Sebelum melangkah
lebih jauh, marilah kita melihat kembali arti guru. WJS Poerwadarminta dalam
kamus umum bahasa Indonesia yang disusunya mengartika bahwa guru adalah orang
yang pekerjaanya mengajar. Dalam Ensiklopedi bebas Wikipedia, menggambarkan guru
umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam lintasan sejarah, guru memegang peranan-peranan penting dalam
menjalankan dan mengendalikan pimpinan negara dan kerajaan pada zaman dahulu
kala. Dalam sejarah mesir kuno, guru adalah seorang filosof yang menjadi
penasihat raja. Kata-kata guru menjadi pedoman dalam memimpin negara. Dalam
zaman kegilangan falsafah Yunani, Socrates, Plto dan Aristoteles adalah
guru-guru yang mempengaruhi perjalanan sejarah Yunani. Karena itulah, para
filosof arab mengatakan Aristoteles sebagai guru pertama. Sedang Al-Farabi,
orang yang paling mengetahui tentang falsafah Aristoteles diberi gelar guru
kedua.
Dalam sejarah Islam, guru adalah ulama’. Nabi Muhammad
SAW sebagai penerima wahyu mengajarkan wahyu itu kepada pengikut-pengikutnya. Mula-mula
di rumahnya sendiri, kemudian rumah saudara-saudaranya barulah ke khayalak
umum. Dalam seluruh kegiatan Nabi tersebut, guru selalu disertakan. Dalam
perjanjian, perang juga menyebarkan ajaran Islam ke daerah-daerah yang baru.
Setelah negara Islam bertambah luas, disiapkanlah
orang-orang tertentu yang mengajarkan Islam kepada anak-anak, remaja maupun
orang dewasa. Sudah tentu orang yang menjalankan pengajaran itu adalah orang yang
paling mengerti akan Islam. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya “ulama’
adalah pewaris para nabi”.
Sejarah perkembangan sekolah dalam dalam Islam
menunjukkan bahwa pendidikan Islam diadakan di pondok-pondok, madrasah atau
surau didirikan sebab adanya ulama’ terkenal yang dikunjungi oleh murid-murid
dari berbagai pelosok. Seperti Imam Syafi’i yang pergi berguru pada Imam Malik
di Madinah, walau Imam Syafi’i lahir di Palestina dan dibesarkan di Mekah.
Begitu juga Imam Al-Ghazali pergi berguru kepada Imam Al-Juwaini yang bergelar
Imam Al-Haramain, walau Imam Al-Ghazali berasal dari Khurasan (sekarang di
Iran). Hubungan murid dan guru begitu eratnya sehingga walaupun seorang murid
lebih masyhur daripada gurunya, tetapi ia selalu setia dan hormat kepadanya.
Arti guru menjadi lain ketika penjajahan barat
menginjakkan kakinya di negri jajahanya. Contohnya penjajahan belanda di
nusantara. Berdirilah sekolah Belanda di negri ini. Namun, sekolah itu bukan
karena ada ulama’ terkenal yang dikunjungi oleh murid-murid dari seluruh
pelosok, tetapi sebab penjajah itu perlu pegawai untuk menjalankan penjajahan
mereka. Dengan kata lain, sekolah bertujuan menghasilkan orang yang dapat
menjadi pegawai atau pekerja bila tak mau disebut alat penjajah. Bahkan,
beberapa anak pintar di sekolah dilarang meneruskan ke jenjang selanjutnya
sebab dikhawatirkan akan menuntut kemerdekaan.
Arti guru dan sekolah berubah kembali pada masa setelah
kemerdekaan. Setelah merdeka, timbul tujuan-tujuan lain selain penciptaan
tenaga kerja dan pegawai. Misalnya, perpaduan negara, pengembangan sumber daya
manusia, perbaikan mutu pendidikan dan lain sebagainya. Dengan kata lain,
timbullah nilai-nilai baru yang harus menjadi tujuan kurikulum pelatihan guru
yang dalam masa penjajahan tidak terwujud.
Upaya Peningkatan Kualitas Guru
Peningkatan kualitas guru terus diupayakan untuk
membentuk masyarakat Indonesia yang kreatif dan edukatif. Setidaknya terdapat
tiga unsur untuk meningkatkan kualitas guru yaitu:
1.
Kompetensi guru
2.
Sertifikasi guru
3.
dan tunjangan
guru
Kompetensi Guru
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan
dan perilaku tugas yang harus dimiliki. Setelah dimiliki,
tentu harus dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan di dalam kelas yang disebut sebagai pengajaran. Kompetensi
guru meliputi: kompetensi pedagogik (pendidikan), kepribdian, sosial dan
profesional sebagai tuntutan dari profesi.
Kompetisi Pedagogik
Merupakan kemampuan guru dalam pengolahan pembelajaran
untuk kepentingan peserta didik. Paling tidak harus meliputi pemahaman wawasan
atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap peserta didik. Selain itu, juga meliputi kemampuan dalam pengembangan kurikulum dan
silabus. Termasuk perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi akhir
belajar dan pengembangan peserta didik di dalamnya. Ini semua dimaksudkan demi
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki guru, sekali lagi untuk
kepentingan pencapaian tujuan pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian
Mencakup kepribadian yang baik, stabil, dewasa, arif dan
bijaksana. Tentu saja berakhlak mulia, serta menjadi teladan bagi peserta didik
dan masyarakat. Secara objektif mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan
mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi Sosial
Kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi agar mampu berkomunikasi lisan, tulisan
atau secara isyarat. Mampu ula memilih, memilah dan memanfaatkan alat
telekomunikasi yang sesuai secara fungsional dan bergaul ecara efektif dengan
berbagai kalangan serta lapisan.
Pergaulan itu bisa dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, dan wali peserta didik. Ini berarti bahwa guru dalam
konteks kompetensi sosial harus kompoten bergaul secara santun dengan
masyarakat di sekitar tempat kerja dan di lingkungan tempat tinggalnya.
Kompetensi Profesional
Merupakan wujud nyata kemampuan penguasaan atas materi
pelajaran secra luas dan mendalam. Mengerti tujuan diajarkanya materi dan acuan
hasil yang akan didapat setelah proses pengajaran. Mampu mempresentasikan dan
memperkaya dengan bacaan-bacaan bermutu.
Keempat standar kompetensi tersebut mencerminkan empat
standar kompetensi guru yang masih bersifat umum. Jadi, perlu dijabarkan dalam
perangkat kompetensi dan subkompetensi yang dikemas secara koheren dan
sistematis dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa dan bertkwa. Tentusaja selain sebagai warga negara Indonesia yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Selain poin-pon diatas, diperlukan juga manajemen
pengembangan kompetensi guru yang dapat diartikan sebagai usaha yang dikerjakan
untuk memajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan
guru demi kesempurnaan tugas pekerjaannya. Pengembangan kompetensi guru
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya arus globalisasi dan informasi, menutupi kelemahan-kelemahan yang tak
tampak pada waktu seleksi, mengembangkan sikap profesional, mengembangkan
kompetensi profesional, dan menumbuhkan ikatan batin antara guru dan kepala
sekolah. Secara teknis, kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi guru adalah: bimbingan dan tugas, pendidikan dan pelatihan,
kursus-kursus, studi lanjut, latihan jabatan, rotasi jabatan, konferensi,
penataran, lokakarya, seminar, dan pembinaan profesional guru (supervisi
pengajaran). Tentang supervisi pendidikan akan dibahas kemudian.
Sertifikasi Guru
Sebagaimana profesi lain, menjadi guru pun harus
profesional. Adanya profesionalitas akan menjamin mutu pekerjaan suatu profesi.
Oleh karena itu, pemerintah melalui instrumen Peraturan menteri No. 18 Tahun
2007 menetapkan program sertifikasi guru dalam jabatan. Pengertian guru dalam
jabatan ialah semua guru yang saat ini mengajar di sekolah sebagai guru, baik
guru negri maupun swasta.
Guru-guru yang bisa mengikuti sertifikasi adalah
guru-guru yang telah mengajar pada jenjang pendidikan tertentu, baik pendidikan
usia dini, pendidikan dasar maupun pendidikan menengah yang berada di bawah
payung Departemen Pendidikan Nasional dan departemen Agama. Peserta sertifikasi
harus sudah memenuhi standar kualifikasi sekurang-kurangnya S1 atau D IV pada
bidang yang ditekuninya.
Secara garis besar, pelaksanaan sertifikasi dilakukan
dengan mengumpulkan data-data yang dimiliki oleh guru bersangkutan denga tugas
dan profesinya sebagai agen pembelajaran. Beberapa data yang dikumpulkan
tersebut diantaranya berupa ijazah yang menunjukkan kualifikasi akademik;
sertifikat, piagam atau surat keteranga dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan
pelatihan (diklat) serta dalam mengikuti lomba dan karya akademik.
Pada dasarnya pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai
banyak tujuan. Berikut ini beberapa tujuan sertifikasi guru:
1.
menentukan
kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Agen pembelajaran berarti guru
menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat
pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaran.
2.
Meningkatkan
proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu siswa
sebagai hasil pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari
kecerdasan, minat dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam
arti berkualitas dan profesional menentukan mutu siswa.
3.
Meningkatkan
martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru
yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam
proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki
kepada siswanya. Secara psikologis, kondisi tersebut akan meningkatkan martabat
guru yang bersangkutan.
4.
Meningkatkan
profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari
pendidika, pelatihan, pengembangan diri dan berbagai aktifitas lainya yang
terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat
ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru.
Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru
juga mempunyai beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah:
1.
Melindungi
profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi guru. Guru yang
telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran
di kelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah teruji.
2.
Melindungi
masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional.
Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu
proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan
meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat
menilai kualitas sekolah berdasarkan mutu pendidikanya.
3.
Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi diantaranya dapat digunakan
sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan prestasinya, yaitu
berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan dari praktik
ketidakadilan. Misalnya guru berprestasi hanya mendapat imbalan kecil. Dengan
demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai dengan prestasi yang
diraihnya. Namun, satu hal yang ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan
munjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis
yang menyertai kompetensi guru.
Sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan
kompetensi yang unggul sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan
tonggak awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar
sepanjang hayat. Untuk memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen
pengembangan kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan, karena peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan
profesionalisme guru itu sendiri.
Tunjangan Profesi Guru
Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan
kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan
lainya. Guru yang dimaksud adalah guru PNS (Pegawai Negri Sipil) dan guru tetap
bukan PNS baik yang mengajar di sekolah negri maupun sekolah swasta.
Tunjangan profesi guru diberikan sebesar satu kali gaji
pokok guru PNS yang diangkat pada satuan pendidikan yang ditugaskan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi guru
diberikan setara dengan gaji pokok PNS sesuai dengan penetapan “in-passing”
jabatan fungsional guru yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Peraturan
Menteri pendidikan Nasional Nomor 47 tahun 2007.
Supervisi Pendidikan
Dalam kaitanya dengan peningkatan mutu pendidikan dan
kualitas guru, maka hal ini tak lepas juga dari program supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan diharapkan menjadi pembimbing bagi para guru untuk
meningkatkan kualitasnya. Disini, akan kami bahas secara singkat mengenai
supervisi pendidikan.
Drs. N. A. Ametembun dalam bukunya Supervisi
Pendidikan mengatakan supervisi pendidikan adalah pembinaan berupa
bimbingan (guidance) atau tuntunan (tur wuri handayani) ke arah pembinaan diri
orang-orang yang disupervisi agar sanggup menyelenggarakan perbaikan atau
peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran yang dicita-citakan; termasuk pula
dalam proses ini adalah pembinaan diri supervisor sendiri.
Dengan kata lain, supervisi pendidikan adalah pembinaan
ke arah perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya serta
peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.
Supervisi pendidikan (supervisi akademik) adalah bantuan
atau pelayanan kepada guru-guru agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan lebih baik dan berkualitas. Fungsi dasar supervisi meningkatkan
atau memperbaiki situasi belajar bagi murid. Supervisi merupakan aktivitas yang
terprogram, berencana, dan berlangsung kontinyu.
Adapun tujuan umum supervisi pendidikan adalah memajukan
sekolah secara kontinu dengan jalan membina, memimpin dan menilai pekerjaan
kepala sekolah dan guru dalam usaha mereka mempertinggi mutu pendidikan yang
diberikan kepada murid dengan perantaraan perbaikan situasi belajar-mengajar ke
arah terjelmanya tujuan pendidikan.
Sedangkan tujuan khususnya bisa dirumuskan menjadi
beberapa hal. Diantaranya adalah:
1.
Membantu
guru-guru untuk lebih memahami tujuan yang sebenarnya dari pendidikan dan
peranan sekolah dalam usaha mencapai tujuan.
2.
Membantu
guru-guru untuk dapat lebih menyadari dan memahami kebutuhan-kebutuhan dan
kesulitan-kesulitan murid serta menolong mereka untuk mengatasinya.
3.
Memperbesar
kesanggupan guru-guru untuk memperlengkapi dan mempersiapkan murid-muridnya
menjadi anggota masyarakat yang efektif.
4.
Membantu guru
mengadakan diagnose secara kritis aktivitas-aktivitasnya, serta
kesulitan-kesulitan mengajar dan belajar murid-muridnya, dan menolong mereka
merencanakan perbaikan.
5.
Membantu
guru-guru untuk dapat menilai aktifitas-aktifikasnya dalam rangka tujuan
perkembangan anak didik.
6.
Memperbesar
kesadaran guru-guru terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif serta
memperbesar kesediaan untuk saling tolong menolong.
7.
Memperbesar
ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal dalam bidang
profesi/ keahlianya.
8.
Membantu
guru-guru untuk dapat lebih memanfaatkan pengalaman-pengalamanya sendiri.
9.
Membantu untuk
lebih mempopulerkan sekolah kepada masyarakat agar bertambah simpati dan
kesediaan masyarakat untuk menyokong sekolah.
10.
Memperkenalkan
guru-guru atau karyawan baru kepada situasi sekolah dan profesinya.
11.
Melindungi
guru-guru dan karyawan pendidikan terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar
dan kritik-kritik tak sehat dari berbagai kalangan.
12.
Mengembangkan
profesionalisme guru
Dalam pandangan umum, peningkatan guru dapat ditimbang
dari tiga hal yaitu: Kompetensi guru, Sertifikasi guru dan tunjangan guru.
Kompetensi guru berkaitan erat dengan amant yang diemban. Dengan kompetensi
yang prima, seorang guru dapat mendidik para siswa dengan baik serta membuahkan
hasil yang menyenangkan.
Setelah teruji kompetensi guru maka guru akan mendapatka
sertifikasi sesuai dengan profesionalismenya. Hal ini untuk memudahkan
penempatan guru-guru dalam bidang studi, sehingga dapat mendongkrak kualitas
pengajaran.
Tunjangan guru juga tak kalah penting dalam meningkatkan
profesionalitas guru. Sebagai guru yang profesional, sudah selayaknya
mendapatkan tunjangan setingkat kemampuanya. Hal ini juga agar guru merasa
nyaman dan sejahtera sehingga dapat berkonsentrasi dalam hal belajar mengajar
serta meningkatkan kualitas hasil pendidikan dan mutu sekolah.
SUPERVISI KLINIS
Pada umumnya, seorang guru mempunyai tugas yang sangat
kompleks pada masa pra jabatan dan masa bekerjanya, sehingga menuntut para guru
untuk menguasai sejumlah ketrampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan profesi
dan jabatannya. Guru menjalankan tugas di dalam kelas selama bertahun-tahun
tanpa ada koreksian dan pembinaan yang tepat dar siapapun, padahal dalam
kenyataannya guru tersebut masih memerlukan pembinaan yang layak. Kegiatan
yang membantu guru dalam pertumbuhan jabatannya sebagai guru disebut supervisi
dan orang yang memberikan bantuan tersebut disebut supervisior.
Pada mulanya, supervisi dibebankan pada orang awam yang yang tidak
memahami betul tugas-tugas supervisi itu sendiri, melainkan ia bertindak
sebagai pengawas. Para pengawas teresebut hanya menginspeksi sarana-sarana
sekolah tertentu, sedangkan cara mengajar para guru yang seharusnya menjadi
perhatian utama dikesampingkan. Para pengawas tersebut hanya bertindak
administratif tanpa menganalisa kemampuan para guru dalam mengajar.
Sebenarnya para guru tersebut membenci model superfisi seperti
yang telah dijelaskan diatas dan mereka berpendapat bahwa supervisi tersebut
tidak banyak membantu. Yang mereka benci sebenarnya bukan supervisinya,
melainkan model supervisi yang dilakukan.
Itu disebabkan beberapa hal, yaitu:
1.
Supervisi
disamakan dengan evualiasi.
2.
Supervisi
dilakukan untuk menjalankan tugas bukan karena atas dasar kebutuhan.
3.
Supervisi
dilakukan secara tradisional.
4.
Supervisor
kurang menguasai tugas-tugas dan teknik-teknik superfisi, sehingga cenderung
monoton, dan tidak sistematis, bersifat sangat subjektif dan tidak terukur.
Meskipun beberapa alasan tersebut menyebabkan peranan supervisi di
lembaga pendidikan menjadi lemah, akan tetapi kegiatan supervisi tersebut
berangsur-angsur mulai mendekati pada tujuan awalnya. Yang berarti kegiatan
supervisi yang pada mulanya dilakukan oleh orang awam, telah beralih kepada
orang yang berkompeten dalam kegiatan supervisi itu sendiri. Inilah yang
memunculkan supervisi klinis yang lebih menekankan usaha membantu guru
memperbaiki penampilan mengajar mereka.
PEMBAHASAN.
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap penrencanaan,
pengamatan dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajarannya.
Menurut Richard Waller, yang mendefinisikan supervisi klinis
sebagaimana yang dikutip dari Jhon J, Bolla, “sebagai supervisi yang difokuskan
pada perbaikan pengajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap
perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk modifikasi yang rasional.”
Sedangkan Keith Achesson dan Meredith D.Call menyatakan bahwa
supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah
laku yang ideal. Secara teknis mereka menyebut supervisi klinis adalah suatu
model supervisi yang terdiri dari tiga fase: pertemuan perencanaan, observasi
kelas, dan pertemuan balikan.
Secara gamblang akan dijelaskan sebagai berikut:
·
Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang
harus diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2)
mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media,
evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3)
menentukan fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan
(5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
·
Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses
pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang
terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan observasi.
·
Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas
kembali tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati
bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan,
(6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari
saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan
sebagai tindak lanjut proses perbaikan. Tahap ini merupakan tahap evaluasi
tingkah laku guru untuk dianalisis dan diinterpretasikan dari supervisor kepada
guru.
Dalam supervisi klinis,
terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui. Beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi
pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
·
Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala
sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang
bersahabat dan pebuh tanggung jawab.
·
Diskusi atau pengkajian balikan bersifat
demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
·
Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan
tiidak bersifat menyalahkan.
·
Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas
kesepakatan bersama.
·
Hasil tidak untuk disebarluaskan
·
Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan
aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
·
Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
Adapun tujuan supervisi klinis secara umum adalah, memberikan
tekanan pada proses pembentukan dan pengembangan provesionalitas guru dengan
maksud memberikan respon terhadap kebutuhan guru yang berhubungan terhadap
tugas-tugasnya.
Dari tujuan umum yang telah disebutkan diatas, tujuan supervisi
klinis dapat diperinci lagi dalam golongan khusus:
a.
Menyediakan
bagi guru suatu feedback (atau) balikan
yang obyekif dari kegiatan mengajar guru yang baru saja dijalankan.
b.
Mendiagnosis
dan membantu memecehkan masalah-masalah mengajar.
c.
Membantu
guru mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategi-strategi mengajar.
d.
Sebagai
dasar untuk menilai guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau
pekerjaan mereka.
e.
Membantu
guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara
terus-menerus dalam karir dan profesi mereka secara mandiri.
Seorang supervisor yang baik perlu mengetahui peranan dan
kualifikasi atau syarat-syarat seorang supervisor. Peranan utama supervisor adalah menciptakan
kerja sama yang memungkinkan pertumbuhan keahlian dan kepribadian orang yang
diajak bekerja sama. Seorang supervisor diharap mampu menjalankan fungsi-fungsi
sebagai berikut:
a.
Mendiagnosisi
dan menilai. Supervisor harus mendiagnosis dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang
dirasa kurang.
b.
Merencanakan.
Supervisor harus membantu guru dalam merencanakan suatu tujuan berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang dimilikinya, memilih strategi, serta menyediakan
sumber-sumber dari segala aspek guna mencapai tujuan.
c.
Memberi motifasi. Supervisor harus membantu guru dalam menjaga
suasana kerjasama bagi kepentingan bersama.
d.
Membeeri
penghargaan dan melaporkan kemajuan.
Supervisor harus menyediakan data perkembangan kemajuan guru serta
memnerikan penghargaan dan mengumumkan kemajuan yang telah dicapai oleh guru
yang bersangkutan.
Kriteria dan Teknik Supervise Klinis
Dalam melaksanakan proses
supervise klinis diperlukan kriteria serta serta teknik tertentu agar proses
supervisi klinis itu dapat berjalan dengan lancer.
1.
Kriteria dan teknik pertemuan pendahuluan
a.
Mengadakan
pertemuan dengan guru dalam suasana yang menyenangkan, tidak “mengancam” dan
menakuti.
b.
Menentukan
bersama segi yang harus diamati selama pelajaran berlangsung dan cara mencatat
hasil observasi.
c.
Jika ada, supervisor
menanyakan pengalaman penampilan masa lalu untuk melihat segi-segi atau
sub-keterampilan yang akan diperbaiki atau disempurnakan.
2.
Kriteria dan
teknik observasi ; fungsi observasi adalah berusaha menangkap apa yang terjadi
selama pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat
secara tepat mengadakan analisis yang obyektif. Ide pokok adalah mencatat yang
terjadi dan bukan reaksi supervisor yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan guru
yang diamati. Suatu rekaman yang disimpan dengan baik akan bermanfaat dalam
analisis dan komentar kemudian.
Hal-hal yang
harus diperhatikan kegiatan observasi adalah;
a.
Kelengkapan
catatan yang nantinya sangat berguna dalam menganalisa ap yang telah terjadi
selama pelajaran berlangsung.
b.
Focus,
kepada hal yang akan diamati, misalnya dalam suatu pelajaran tertentu adalah baik untuk memfokuskan observasi tersebut pada reaksi siswa terhadap
pertanyaan guru, dan sebagainya.
c.
Menyesuaikan
observasi dengan periode perkembangan mengajar guru.
d.
Mencatat komentar
sewaktu guru memberikan komentar dalam proses pelajaran berlangsung.
e.
Pola mengajar.
Adalah sangat bermanfaat untuk mencatat pola tingkah laku mengajar tertentu
dari guru.
f.
Membuat guru
tidak merasa gelisah.
3.
Kriteria dan teknik balikan; fungsi balikan dalam hubungannya dalam supervisi klinis
adalah untuk menolong guru mempertimbangkan perubahan atau lebih tepat
peningkatan dalam tingkah laku dalam mengajar. Balikn merupakan informasi
kepada guru tentang bagaimana guru mempengaruhi siswanya dalam kegiatan belajar
mengajar. Untuk mencapai maksud tersebut maka balikan harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Lebih bersifat
deskriptif dari pada evaluative karena fungsinya adalah memberi gambaran yang
terperinci tentang penampilan guru selama mengajar, bukan menilai penampilan
guru.
b.
Bersifat
spesifik. Guru belum mengetahui dalam segi apa ia memberi penguatan secara
tidak tepat, misalnya apakah dalam pengetahuan verbal, gerakan badan atau
lainnya.
c.
Memenuhi
kebutuhan baik bagi supervisor maupun guru.
d.
Ditujukan kepada/untuk
tingkah laku guru yang dapat dikendalikannya.
e.
Isi balikan
merupakan permintaan guru dan bukan yang diadakan oleh supervisor.
f.
Tepat waktunya.
Balikan akan lebih bermanfaat apabila segera diberikan sesudah pelaksanaan
mengajar.
g.
Harus
terkomunikasikan secara jelas kepada guru.
h.
Harus dapat
menilong guru memperhatikan kelebihan-kelebihan untuk mengembangkan gaya
mengajarnya sendiri.
i.
Hendaknya dimulai
dulu dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan atau segi-segi yang kuat, baru
kemudian mendiskusikan segi-segi yang menimbulkan masalah baginya.
j.
Data balikan
dalam bentuk instrument observasi harus disimpan dengan baik oleh supervisor
dan merupakan catatan mengenai perkembangan ketrampilan mengajar guru, seperti
kartu status pasien bagi seorang dokter yang sewaktu-waktu dapat digunakan bila
diperlukan.
I.
Peranan dan
kualivikasi supervisor
Untuk menjadi seorang supervisor yang baik maka perlu diketahui lebih
dahulu apakh peranan kualifikasi atau syarat-syarat seorang supervisor. Dengan
mengetahui peranan dan kualifikasi tersebut maka seorang supervisor harus
selalu berusaha untuk mengembangkan diri guna memenuhi persyaratan tersebut.
Dengan terpenuhinya persyaratan itu maka diharapkan seorang supervisor dapat
menjalankan fungsinya dengan lebih baik.
KESIMPULAN
Supervisi dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang
belum tepat atau susah dalam mencapai perkembangan. Namun para supervisor
kebanyakan belum memahami tujuan supervisi itu sendiri sehingga menyebabkan
kegiatan supervisi itu sendiri terkesan tidak disenangi oleh para guru.
Supervisi klinis sendiri adalah kegiatan supervisi yang lebih
menekankan pada proses perbaikan cara pengajaran para guru yang kurang tepat
dengan melalui beberapa tahapan yang telah dijelaskan diatas. Sehingga kegiatan
supervisi terkesan lebih dibutuhkan oleh para guru guna mempebaiki proses
pembelajara disekolah.
No comments:
Post a Comment