“Kalau kita berpikir memberi maka kita akan
selalu kaya melampaui batas-batas ketidakberdayaan kita. Innaa lillaahi wa
innaa ilayhi raaji’uun...Kita semua milik Allah, yang abadi adalah apa yang kita
berikan di jalan Allah. Miliki dengan cara memberi. Give the Best, Get the Best.”
Give
the Best, indah seperti namanya. Baik seperti bentuknya. Bagus seperti
rasanya. Memberi tanpa diminta membuat semua merasa berharga. Memberikan yang
terbaik menjadikan kita unik dan meraih simpati. Orang yang pertama kali
mengambil faedah dari membahagiakan orang lain adalah mereka yang mempunyai
keunggulan dalam kebahagian ini. Mereka memetik buahnya secara langsung ada
jiwa mereka, perilaku mereka. Hatinya mendapatkan kelapangan dada, kenyamanan,
ketenangan dan sentosa. Subhaanallah wal
hamdulillah.
Jika
engkau dikelilingi oleh perasaan susah, maka berbuatlah kebaikan kepada orang
lain dan berikanlah hadiah yang bagus kepada mereka niscaya engkau akan
mendapatkan jalan keluar dan kesenangan. Berilah orang yang tidak mendapatkan
apa-apa, tolonglah orang yang teraniaya, selamatkanlah orang yang kesulitan,
berilah makan pada orang yang kelaparan, kunjungilah orang yang sakit,
tolonglah orang yang kesusahan, engkau pasti menjumpai kebahagiaan yang
menyelimutimu dari depan dan belakang.
Give the Best, Get the Best. Bila
engkau ingin bahagia dan terbebas dari masalah, jangan pernah engkau menyakiti
orang yang paling engkau cintai.
Bagaimana caranya?
Berikan yang engkau punya
Lakukan yang engkau bisa
Mulailah dari yang ada
Mulailah dari hal-hal sederhana
Perbuatan yang baik
itu bagaikan minyak kasturi yang member manfaat pada orang yang membawa,
penjual dan pembelinya. Kebiasaan yang baik pada diri seseorang merupakan
energi penuh barokah yang dijual di apotek orang-orang yang hatinya dimakmurkan
oleh kebaikan. Subhaanallah.
Menyebarkan senyum
yang indah kepada orang yang miskin akhlaknya merupakan sedekah jariyah di alam
semesta. Sebagaimana taujih Nabawi,
Janganlah engkau remehkan sekecil apa pun kebaikan, walaupun engkau
menemui saudaramu dengan wajah yang riang.
Menyingkirkan duri jalanan adalah sedekah ringan yang
membahagiakan. Merapikan tempat pakaian, files, pikiran, rambut untuk
menampilkan keindahan adalah kebaikan yang membahagiakan. Indahnya penampilan,
kata Imam Syafi’I rahimahullah, akan menghapuskan kesedihan. Sedangkan
wajah yang cemberut pertanda pertempuran yang sengit terhadap orang lain yang
tiada seorang pun mengetahui kapan terjadinya kecuali Tuhan Yang Maha
Mengetahui hal-hal yang ghaib.
Jika engkau diancam oleh kesedihan dan ketakutan, bersegeralah menuju
ke kebun kebaikan dan peduli kepada orang lain, baik itu pemberian, jamuan,
bantuan dan kegiatan social, niscaya akan kita dapatkan kebahagiaan. Memberikan
tanpa mengharapkan bayaran, semata-mat untuk meraih ridha Allah Yang Maha
Tinggi, dia benar-benar akan mendapatk kebahagiaan yang dapat kebahagiaan yang
tak terbeli dengan uang.
Jangan menunggu ucapan terima kasih dari siapa pun. Barang siapa
yang berbuat kebaikan tidak akan hilang pahalanya. Tidak akan hilang
kebaikannya di hadapan Allah dan manusia.
Saat memberi kita merasakan keba hagiaan. Jangan engkau rusak
kebahagiaan itu dengan menanti balasan sebuah ucapan terima kasih atas segala
perhatian. Kita akan sakit kalau terlalu berharap pada penghargaan dari orang
lain, meski sekedar ucapan.
Saat membahagiakan orang lain sesungguhnya kita sedang
membahagiakan diri sendiri. Inilah sensasi pahala penuh barokah. Namun, sering
kali kita rusak kebahagian tersebut dengan eksektasi harapan berupa ucapan
terima kasih. Apabila tidak mendapatkannya timbullah rasa sesal yang merusak
kebahagian itu. Bersiap-siaplah member dengan iringan ketulusan. Tulus, not
fulus.
Allah telah menciptakan hamba-hamba-Nya agar mereka mengingat-Nya
dan memberi mereka rezeki agar mereka bersyukur kepada-Nya, justru banyak orang
menyembah selain-Nya, dan kebanyakan orang bersyukur kepada selain-Nya. Apa
pasal? Karena, sifat mengingkari nikmat Allah menguasai kebannyakan manusia.
Untuk itu, maka janganlah engkau terkejut jikia engkau mendapati
mereka telah mengingkari kebaikanmu atau membakar kebaikanmu dan melupakannya.
Bahkan, terkadang mereka justru memandangmu sebagai musuh dan melemparimu
dengan meriam rasa dendam yang terpendam, hanya karena engkau telah berbuat
baik kepada mereka!
Dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena
Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jiak
mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling,
niscaya Allah akan mengazazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan
akherat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula)
penolong di muka bumi. (Q.s. at-Taubah : 74)
Ada seorang ayah yang telah membesarkan anaknya, mmemberinya
nafkah, pakaian, makanan, minuman, mendidik dan mengajarinya. Ia sering
begadang agar anaknya bisa tidur. Rela kelaparan agar anaknya kenyang. Rela
kelelahan agar anaknya sehat dan dapat istirahat. Namun, ketika sang anak mulai
sehat dan tumbuh remaja, tumbuh kumisnya, mulai kuat lengannya, apa yang
terjadi? Ia pun durhaka dan menjadi bencana bagi keluarga.
Saudaraku, saat kita menunaikan kewajiban kita sebagai apa pun-tak
terkecuali sebagai orang tua-iringi dengan keikhlasan dan do’a. Tidak menuntut
balas atas apa yang telah kita kerjakan. Adapun bila mendapat balasan negative
dari mereka, jangan jadikan alasan untuk menghentikan kebaikan itu. Allah
mengingatkan lewat Rasul-Nya saat Abu Bakar hendak menghentikan santunannya
kepada orang yang mengkhianatinya karena telah ikut menebar fitnah dalam hadiitsul
ifki.
Sakit memang, harus menghentikan kebaikan hanya terprovokasi oleh
keburukan orang lain. Seperti nasib para aktivis dakwah yang memberi santunan
namun dibalas pengkhianatan. Kalah oleh uang. Loyalitas terbelah oleh
kepentingan pragmatis sesaat.
Maka, saat berjuang, lakukan kebajikan karena Allah, agar bahagia.
Bersyukur kepada Allah karena engkau telah berbuat baik, sedangkan mereka
berbuat keburukan. Berbahagia karena tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah.
Engkau menjadi mulia karena kebaikan yang engkau lakukan; bukan
karena orang yang memuliakanmu.
Allah berfirman,
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih. (Q.s. al-Insan : 9)
Inilah cara bahagia menghadapi masalah social. Memberi tanpa
menuntut balas, ikhlas. Mulia dengan melakukan kebaikan, izzah.
Bila mereka tak tahu diri tak berterima kasih, biarkan. Allah telah menegaskan
tabiat manusia yang suka berkhianat agar kita ikhlas dalam berbuat, tidak
mengharapkan balasan dari manusia. Wallaahu a’lam bi shawaab.
(Nb: Bila anda ingin lebih tahu, bisa dilihat
secara langsung pada Buku Spiritual Problem Solving, apalagi mau
mengoleksi dan membacanya, Insya Allah anda tak akan Menyesal)
No comments:
Post a Comment