Saturday 2 February 2013

GIVE THE BEST, GET THE BEST (Kasih Sayang, Terima Cinta)

“Kalau kita berpikir memberi maka kita akan selalu kaya melampaui batas-batas ketidakberdayaan kita. Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji’uun...Kita semua milik Allah, yang abadi adalah apa yang kita berikan di jalan Allah. Miliki dengan cara memberi. Give the Best, Get the Best.”
          Give the Best, indah seperti namanya. Baik seperti bentuknya. Bagus seperti rasanya. Memberi tanpa diminta membuat semua merasa berharga. Memberikan yang terbaik menjadikan kita unik dan meraih simpati. Orang yang pertama kali mengambil faedah dari membahagiakan orang lain adalah mereka yang mempunyai keunggulan dalam kebahagian ini. Mereka memetik buahnya secara langsung ada jiwa mereka, perilaku mereka. Hatinya mendapatkan kelapangan dada, kenyamanan, ketenangan dan sentosa. Subhaanallah wal hamdulillah.
          Jika engkau dikelilingi oleh perasaan susah, maka berbuatlah kebaikan kepada orang lain dan berikanlah hadiah yang bagus kepada mereka niscaya engkau akan mendapatkan jalan keluar dan kesenangan. Berilah orang yang tidak mendapatkan apa-apa, tolonglah orang yang teraniaya, selamatkanlah orang yang kesulitan, berilah makan pada orang yang kelaparan, kunjungilah orang yang sakit, tolonglah orang yang kesusahan, engkau pasti menjumpai kebahagiaan yang menyelimutimu dari depan dan belakang.
          Give the Best, Get the Best. Bila engkau ingin bahagia dan terbebas dari masalah, jangan pernah engkau menyakiti orang yang paling engkau cintai.
Bagaimana caranya?
Berikan yang engkau punya
Lakukan yang engkau bisa
Mulailah dari yang ada
Mulailah dari hal-hal sederhana
          Perbuatan yang baik itu bagaikan minyak kasturi yang member manfaat pada orang yang membawa, penjual dan pembelinya. Kebiasaan yang baik pada diri seseorang merupakan energi penuh barokah yang dijual di apotek orang-orang yang hatinya dimakmurkan oleh kebaikan. Subhaanallah.
          Menyebarkan senyum yang indah kepada orang yang miskin akhlaknya merupakan sedekah jariyah di alam semesta. Sebagaimana taujih Nabawi,
Janganlah engkau remehkan sekecil apa pun kebaikan, walaupun engkau menemui saudaramu dengan wajah yang riang.
Menyingkirkan duri jalanan adalah sedekah ringan yang membahagiakan. Merapikan tempat pakaian, files, pikiran, rambut untuk menampilkan keindahan adalah kebaikan yang membahagiakan. Indahnya penampilan, kata Imam Syafi’I rahimahullah, akan menghapuskan kesedihan. Sedangkan wajah yang cemberut pertanda pertempuran yang sengit terhadap orang lain yang tiada seorang pun mengetahui kapan terjadinya kecuali Tuhan Yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.
Jika engkau diancam oleh kesedihan dan ketakutan, bersegeralah menuju ke kebun kebaikan dan peduli kepada orang lain, baik itu pemberian, jamuan, bantuan dan kegiatan social, niscaya akan kita dapatkan kebahagiaan. Memberikan tanpa mengharapkan bayaran, semata-mat untuk meraih ridha Allah Yang Maha Tinggi, dia benar-benar akan mendapatk kebahagiaan yang dapat kebahagiaan yang tak terbeli dengan uang.
Jangan menunggu ucapan terima kasih dari siapa pun. Barang siapa yang berbuat kebaikan tidak akan hilang pahalanya. Tidak akan hilang kebaikannya di hadapan Allah dan manusia.
Saat memberi kita merasakan keba hagiaan. Jangan engkau rusak kebahagiaan itu dengan menanti balasan sebuah ucapan terima kasih atas segala perhatian. Kita akan sakit kalau terlalu berharap pada penghargaan dari orang lain, meski sekedar ucapan.
Saat membahagiakan orang lain sesungguhnya kita sedang membahagiakan diri sendiri. Inilah sensasi pahala penuh barokah. Namun, sering kali kita rusak kebahagian tersebut dengan eksektasi harapan berupa ucapan terima kasih. Apabila tidak mendapatkannya timbullah rasa sesal yang merusak kebahagian itu. Bersiap-siaplah member dengan iringan ketulusan. Tulus, not fulus.
Allah telah menciptakan hamba-hamba-Nya agar mereka mengingat-Nya dan memberi mereka rezeki agar mereka bersyukur kepada-Nya, justru banyak orang menyembah selain-Nya, dan kebanyakan orang bersyukur kepada selain-Nya. Apa pasal? Karena, sifat mengingkari nikmat Allah menguasai kebannyakan manusia.
Untuk itu, maka janganlah engkau terkejut jikia engkau mendapati mereka telah mengingkari kebaikanmu atau membakar kebaikanmu dan melupakannya. Bahkan, terkadang mereka justru memandangmu sebagai musuh dan melemparimu dengan meriam rasa dendam yang terpendam, hanya karena engkau telah berbuat baik kepada mereka!
Dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jiak mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akherat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (Q.s. at-Taubah : 74)
Ada seorang ayah yang telah membesarkan anaknya, mmemberinya nafkah, pakaian, makanan, minuman, mendidik dan mengajarinya. Ia sering begadang agar anaknya bisa tidur. Rela kelaparan agar anaknya kenyang. Rela kelelahan agar anaknya sehat dan dapat istirahat. Namun, ketika sang anak mulai sehat dan tumbuh remaja, tumbuh kumisnya, mulai kuat lengannya, apa yang terjadi? Ia pun durhaka dan menjadi bencana bagi keluarga.
Saudaraku, saat kita menunaikan kewajiban kita sebagai apa pun-tak terkecuali sebagai orang tua-iringi dengan keikhlasan dan do’a. Tidak menuntut balas atas apa yang telah kita kerjakan. Adapun bila mendapat balasan negative dari mereka, jangan jadikan alasan untuk menghentikan kebaikan itu. Allah mengingatkan lewat Rasul-Nya saat Abu Bakar hendak menghentikan santunannya kepada orang yang mengkhianatinya karena telah ikut menebar fitnah dalam hadiitsul ifki.
Sakit memang, harus menghentikan kebaikan hanya terprovokasi oleh keburukan orang lain. Seperti nasib para aktivis dakwah yang memberi santunan namun dibalas pengkhianatan. Kalah oleh uang. Loyalitas terbelah oleh kepentingan pragmatis sesaat.
Maka, saat berjuang, lakukan kebajikan karena Allah, agar bahagia. Bersyukur kepada Allah karena engkau telah berbuat baik, sedangkan mereka berbuat keburukan. Berbahagia karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
Engkau menjadi mulia karena kebaikan yang engkau lakukan; bukan karena orang yang memuliakanmu.
Allah berfirman,
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (Q.s. al-Insan : 9)
Inilah cara bahagia menghadapi masalah social. Memberi tanpa menuntut balas, ikhlas. Mulia dengan melakukan kebaikan, izzah. Bila mereka tak tahu diri tak berterima kasih, biarkan. Allah telah menegaskan tabiat manusia yang suka berkhianat agar kita ikhlas dalam berbuat, tidak mengharapkan balasan dari manusia. Wallaahu a’lam bi shawaab.
(Nb: Bila anda ingin lebih tahu, bisa dilihat secara langsung pada Buku Spiritual Problem Solving, apalagi mau mengoleksi dan membacanya, Insya Allah anda tak akan Menyesal)

No comments:

Post a Comment

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...