BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar
di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang
anak didik dan pendidik menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya
suatu tujuan pendidikan itu dicapai, tentu akan sangat
tergantung pada kurikulum. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan
komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan
pembelajaran anak didik, tentu output pendidikan akan mampu mewujudkan harapan.
Tapi bila tidak, kegagalan akan terus membayangi dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SENTRALISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Apabila ada kata desentralisasi, tentunya ada kata
sentralisasi. Membicarakn desentralisasi dalam pengembangan kurikulum, pada
hakikatnya membicarakan ,asalah pemberian wewenang dalam pengembangan kurikulum
(Subandijah, 1993:199).
Yang dimaksud dengan sentralisasi atau sistem
pengembangan kurikulum secara sentral (terpusat) adalah keterlibatan pemerintah
pusat dalam mengembangkan kurikulum atau program pendidikan yang akan
diterapkan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Adanya sistem sentralisasi pengembangan kurikulum
tersebut mempunyai tujuan agar memperoleh bentuk kurikulum inti yang wewenang
penanganannya diserahkan kepada Menteri Pendidikan Nasional. Pada tingkat provinsi
(Tingkat I), kewenangannya diberikan kepada Kepala Kantor Departemen Pendidikan
Nasional tingkat provinsi, dan pada tingkat Kabupaten/Kota, kewenangannya
diserahkan kepada Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Diknas
Kabupaten.Kota), dan pada tingkat sekolah tingkat wewenangnya diserahkan kepada
Kepala Sekolah yang bersangkutan.
Hierarki kewenangan dalam pengembangan kurikulum tersebut
dikenal dengan nama model pengembangan dari atas ke bawah (top-down),
sebaliknya kadang-kadang terjadi pula (penyusunan kurikulum-kurikulum) dari
bawah ke atas.
Administrasi mencakup dua hal, sebagaimana dikatakan
Husen (1985) pada kutipan Subandijah (Ibid.:200): Pertama, pemahaman mengenai tingkah
laku organisasi sosial melalui suatu pendekatan rasional; kedua, berhubungan
dengan norma-norma teknik yang didesain menurut karakteristik sistem agar dapat
memperoleh petunjuk itu sendiri. Ringkasnya, administrasi mempelajari
karakteristik khususnya dalam tiap-tiap hubungan sosial, dan administrasi
itu sendiri termasuk gejala sosial.
Sebagai gejala sosial, administrasi mempunyai makna
sebagai seperangkat teknik yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengorganisasikan sumber, proses, dan gejala yang mempunyai hubungan dengan
struktur kondisi sosial yang ditentukan secara historis. Sebagai suatu
organisasi dan sistem dalam pengembangannya, pendidikan mementingkan sistem
administrasi yang baik dan mantap dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
pendidikan tersebut.
Sama halnya dengan kurikulum, sistem pengembangannya
mementingkan pendekatan-pendekatan (approaches) yang tepat. Apabila pendidikan
digunakan sebagai sarana mengembangkan semua komponen pembangunan, maka pola
pengembangan pendidikan dan kurikulum secara sentralisasi dan desentralisasi
sangat perlu diaplikasikan.
B.
DESENTRALISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Desentralilasi
adalah bentuk organisasi yang menghubungkan otonomi organic dengan aspek-aspek
kelembagaan tertentu bagi daerah tertentu, ditinjau dari aspek administrasinya.
Berkaitan dengan makna disentralilasi tersebut, maka terdapat makna
administrasi yang bersifat desentralisasi sebagai wujud pertanggungjawaban
terhadap siapa yang mempunyai wewenang mengorganisasikan dalam mencapai
kecocokan dan kesesuaian komponen kelembagaan dengan cara menjaga keseimbangan
dan keharmonisan yang dinamis
Prinsip
dasar desentralisasi adalah pendelegasian dari otoritas-otoritas dan
fungsi-fungsinya terhadap semua level yang hirarkis tersebut. Dalam hubungannya
dengan desentralisasi administrative, maka secara tradisional terdapat tiga
bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh Husen (1985), yakni by technical service;
by territorial function; and by cooperation. Maksudnya bahwa desentralisasi
administratif kurikulum mempunyai makna yang keterkaitan dengan teknik-tekni pelayanan, fungsi teritorial,
dan adanya kerjasama.
Sebagaimana
telah dikemukakan dimuka bahwa desentralisasi juga dapat difahami dengan
sederhana, yakni ia memiliki persoalan administrasi dan kewenangan (mengenai
kurikulum atau hal lainnya). Desentralisasi pengembangan kurikulum mempunyai
makna bahwa pengembangan kurikulum sekolah yang dihubungkan dengan potensi,
karakteristik dan kebutuhan pengembangan daerah dapat dimulai dari pemegang
kewenangan dan pengajaran (pengembangan kurikulum) yang dimulai dari kepala
sekolah bersama dengan guru.
Indonesia
dalam system pendidikannya masih menganut sistem sentralisasi. Maksudnya
persoalan administrasi dak kewenangan memiliki garis dalam pengembangan
kurikulum sudah terjadi dalam kurikulum pendidikan nasional, seperti adanya
kurikulum lokal. Namun, secara umum keberadaan sistem sentralisasi dalam
pengembangan kurikulum di Indonesia masih dominan sangat besar porsinya.
Ketetapan
suatu pola pendekatan administratif daripada pengembangan kurikulum pada suatu
Negara sangat bergantung pada kebijakan pemegang otoritas disekolah atau
lembaga yang bersangkutan dan yang bersifat lebih bermanfaat yang dimiliki
apabila pola pendekatan administratif secara desentralisasi diaplikasikan,
dalam pandangang berikut:
- Tingkat
demokrasi yang lebih tinggi disenangi oleh para participants (pelaksannanya).
- Keputusan-keputusan yang diadopsikan dalam basis partisipasi
yang lebih menginginkan consensus yang lebih besar
- Keputusan-keputusan dalam sistem desentralisasi memerlukan
perhatian yang serius untuk kebutuhan yang konkret.
- Partisipasi
mempromosikan proses kreatifitas individu untuk manfaat organisasi
- Koherensi organisasi yang bersifat internal disediakan jika
koordinasi dan petunjuknya benar; dan jika hubungan-hubungan atau
saluran-saluran komunikasi yang efesien diadakan.
- Biaya personalia dan kertas kerja dapat ditekan sedemikian rupa
dalam kantong-kantong pusat (central offices)
Dari uraian diatas, manfaat pengaplikasian pola
desentralisasi dalam pengembangan kurikulum dapat dimiliki dari berbagai
komponen yakni partisipasi, legitimasi (pengesahan keputusan), psikomotor
(Perkiraan), Kreasi dan Inovasi, serta integrasi dan effisiensi.
Meskipun demikian, berbagai aspek yang perlu
dipertimbangkan sebelum sistem
desentralisasi kurikulum diaplikasikan. Aspek-aspek tersebut, antara
lain: karakteristik khusus dari sistem sosial , ekonomi dan kekuatan ekonomi,
tingkat evolusi dan kompleksitas administrasi; perbedaan kesanggupan pemerintah
daerah dalam memperoleh dana dalam pendistribusiannya; kurangnya tenaga teknis;
minimnya kontribusi untuk pelaksanaan program dari pihak pemerintah dan non
pemerintah; kondisi geografis yang berbeda-beda coraknya memerlukan biaya yang
besar; dan perbedaan kualitas pendidikan didaerah tertentu dengan daerah
lainnya; dan juga kondisi sosial politik suatu negara (aman atau tidaknya) akan
mempengaruhi prosesnya.
Memperhatikan aspek-aspek di atas secara teliti dan
mendetail akan memberikan inspirasi kepada kita bahwa keberadaan sistem
kurikulum desentralisasi sangat tergantung pada berbagai kondisi. Jenis negara
misalnya, negara maju atau negara berkembang;negara kepulauan atau negara
berbentuk benua; GNP tinggi atau GNP rendah: kondisi sosial politik aman atau
tidak; ada tidaknya atau sejauh mana perbedaan kualitas pendidikan antar
daerah; sumber dana; dan lain-lain tentunya menjadi pertimbangan utama dalam
mengaplikasikan ide disentralisasi dalam pengembangan kurikulum. Barangkali,
dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang demikian, maka pola administrasi
kurikulum pendidikan Indonesia masih banyak untuk lebih memberi porsi yang
lebih tinggi dalam aspek sentralisasi ketimbang desentralisasi.
C. KEPUTUSAN KURIKULUM DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pembuat keputusan adalah mereka yang dikarenakan status
profesi atau posisinya dapat membuat keputusan-keputusan spesifikmengenai
kurikulum untuk disusun dan diimplikasikan dalam sekolah-sekolah tertentu
(Marsh & Staffod, 1988: 161-162).
Pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pengembangan
kurikulum merupakan proses kebijakan yang didalamnya terdapat tanggung jawab
berbagai pihak yang berkepentingan dengan masalah pendidikan secara legal.
Kadang juga ditemukan sikap pro dan kontra, yakni sikap menerima dan menolak
terhadap hasil keputusan kurikulum. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
sudut pandang terhadap hasil keputusan kurikulum dan fungsi sekolah.
Adanya pandangan untuk menerima dan menolak atas hasil
keputusan kurikulum terletak pada pandangan pembuat keputusan kurikulum
terhadap fungsi dan tujuan sekolah. Misalnya, apakah sekolah diselenggarakan
dengan fungsi mengembangkan pertumbuhan moral-religius individual peserta
didik, menyampaikan mata pelajaran, ataukah dalam rangka meyiapkan anak didik
untuk kehidupan di masyarakatnya?
1. Tingkat
Pengambilan Keputusan Kurikulum
Secara hierarkis, pengambilan keputusan dalam pembuatan
dan pengembangan kurikulumdapat ditinjau dari beberapa tingkat, yakni:
- Pengambilan
Keputusan di tingkat nasional
- Pengambilan
Keputusan di tingkat provinsi
- Pengambilan
Keputusan di tingkat sekolah; dan
- Pengambilan
Keputusan di tingkat kelas
a. Pengambilan
Keputusan di Tingkat Nasional
Pengambilan keputusan di
tingkat nasional ditangani oleh pemerintah pusat. Artinya, kurikulum yang
berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional atau
menteri lain, atau pimpinan lembaga pemerintah non-departemen berdasarkan
pelimpahan wewenang dari Menteri Pendidikan Nasional. Kemudian, pelaksanaan
keputusan kurikulum dilakukan oleh dirjen tertentu, seperti Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah.
b. Pengambilan
Keputusan di Tingkat Provinsi
Pengambilan keputusan di
tingkat provinsi merupakan pengaplikasian keputusan kurikulum dari pusat yang
dilakukan oleh bidang tersebut pada kantor pendidikan nasional wilayah
provinsi. Sebagai contoh, sekolah dasar dilaksakan atau ditangani oleh Kabid
Pendidikan Dasar.
c. Pengambilan
Keputusan di Tingkat Sekolah
Di tingkat sekolah,
pengambilan keputusan untuk penyelenggaraan dan pelaksanaan kurikulum dari
pusat dilakukan oleh kepala sekolah tersebut.
d. Pengambilan
Keputusan di Tingkat Kelas
Pengambilan keputusan di
tingkat kelas diberikan kepada guru kelas atau bidang studi yang berwenang
melaksanakan kurikulum dari pusat. Dalam hal ini sampai ke dalam bentuk
keputusan yang paling kecil, yakni dalam bentuk Satuan Pelajaran(SP)
2. Tahap-Tahap
Pengembangan Kurikulum
Tingkat atau tahapan dalam
mengembangkan kurikulum suatu sekolah pada dasarnya berorientasi pada tujuan.
Tingkat pertama, tahap yang dikenal dengan nama pengembangan program pada
tingkat lembaga; kedua, tahap pengembangan program bidang studi; dan ketiga,
tahap pengembangan program di kelas, yang di lakukan oleh guru di kelas pada
suatu sekolah (Soetopo, 1993:63). Uraian berikut akan mengungkapkan ketiga
tahapan pengembangan kurikulum, yakni:
a. Pengembangan
Kurikulum pada Tingkat Lembaga
Maksudnya adalah
pengembangan seluruh program kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum
pendidikan tersebut. Pengembangan kurikulum tahap ini meliputi tiga pokok
kegiatan, yakni:
(1). Perumusan
tujuan institusional, adalah merupakan perumusan mengenai pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah
mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan di sekolah.
(2) Penetapan isi
atau struktur program, adalah menentukan bidang-bidang studi yang akan
diajarkan pada suatu lembaga pendidikan. Sedangkan penetapan struktur program
merupakan penetapan atau penentuan jenis-jenis program pendidikan, sistem
semester/caturwulan, jumlah bidang studi, dan alokasi waktu yang diperlukan.
(3) Penyusunan
strategi pelaksanaan kurikulum, adalah upaya memilih, menyusun, dan
memobilitasi segala cara, tenaga dan sarana pada cara-cara mencapai tujuan
secara efisien. Dalam menyusun strategi, pelaksanaan kurikulum meliputi
berbagai kegiatan, melaksakan pengajaran, melakukan penilaian, melaksakan
bimbingan dan penyuluhan, serta melaksanakan administrasi.
b. Pengembangan
Program Tiap Bidang Studi
Pengembangan program pada
tiap bidang studi bertujuan untuk mencatat tujuan kurikuler, yakni tujuan
bidang studi yang akan dicapai selama program itu diajarkan. Ada beberapa hal
yang harus dilakukan dalam kegiatan pengembangan program pada tiap bidang
studi, yakni:
- Penetapan
pokok-pokok bahasan dan subpokok bahasan yang didasarkan atas tujuan
kelembagaan (institusional).
- Penyusunan
garis-garis besar program pengajaran (GBPP)
- Penyusunan pedoman khusus pelaksanaan program pengajaran
masing-masing bidang studi.
c. Pengembangan
Program Pengajaran di Kelas
Pengembangan program pada
tahap ini mrupakan tahap kewenangan guru untuk mengembangkan program pengajaran
di kelas. Untuk mengembangkan program pengajaran di kelas, pendidik perlu
memiliki lebih lanjut dalam bentuk Satuan Pelajaran (SP). Satuan pelajaran
dilaksanakan oleh para pendidik dalam
rangka mengembangkan kegiatan program pengajaran di kelas. Akan tetapi, apabila
bahan pengajaran yang dikembangakan GBPP sudah dikelompokkan menjadi
satuan-satuan bahasan, pendidik tidak perlu lagi menyusun atau menentukan
bahasan. Satuan Bahasan itu langsung dikembangkan menjadi satuan pelajaran (SP)
untuk pedoman guru dalam melakukan proses belajar-mengajar di kelas.
Satuan
pelajaran (SP) merupakan satu sistem yang memiliki komponen-komponen:
- Tujuan
Instruksional Umum (TIU) yang diperoleh dari GBPP
- Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari (TIU)
- Bahan
pelajaran;
- Proses
belajar-mengajar;
- Alat dan
Sumber Belajar, dan
- Penilaian/evaluasi
Tujuan penggunaan satuan
pelajaran(SP) bagi guru adalah agar dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar
dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
3. Perencanaan
Kegiatan Belajar-Mengajar
Peranan guru dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar adalah:
- Merencanakan
unit pengajaran;
- Mendiagnosis
kesulitan belajar peserta didik;
- Menguraikan
kegiatan belajar yang sesuai;
- Menghubungkan
pengalaman belajar dengan minat peserta didik secara individual;
- Mengorganisasikan
kurikulum
- Mengevaluasi
kemajuan peserta didik.
Dalam perencanaan kegiatan
belajar mengajar, pendidik perlu menentukan tujuan yang jelas mengenai apa yang
hendak dicapai dan mempertimbangkan alasan mengajarkan hal itu, yakni alasan
menyampaikan suatu pokok bahasan, sehingga arah pekerjaan pendidik terarah dan
efektif. Karenanya, pelajaran yang disajikan harus mempunyai perencanaan,
pengoreksian, atau sesuai tidak dengan rencana pelajaran.
Tujuan seorang pendidik
dalam membuat rencana pelajaran adalah agar tercipta kondisi aktual sehingga
dapat mendukung pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan secara optimal,
baik tujuan khusus maupun tujuan umum. Penyiapan lingkungan belajar sangat
penting dalam perencanaan pengajaran agar dapat membantu menciptakan disiplin
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang benar dan memadai, sehingga hasil
belajar mengajar akan memuaskan.
Perencanaan merupakan
suatu proses atas cara berpikir yang dapat membantu memperoleh hasil yang
diharapkan.
4. Sistem satuan
pembelajaran
Satuan pelajaran adalah
suatu proogram pengajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang mana satu
kesatuan program digunakan pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran pada
anak didik. Sebagaimana telah dikemukakan di atas tentang pelaksanaan kurikulum
yang berpedoman pada PPSI, hal pertama yang dilakukan adalah menetapkan suatu
model belajar mengajarnya, yaitu model satuan pelajaran. Para pendidik perlu
mengetahui Satuan Pelajaran mengingat pembuatannya merupakan satuan masalah
aktual dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas.
Pembuatan satuan pelajaran
(SP) merupakan salah satu proses pengembangan kurikulum yang terkecil di kelas.
Ada beberapa hal yang perlu disusun oleh seorang pendidik dalam membuat satuan
pelajaran, yakni merumuskan tujuan instruksional umum dan khusus, menetapkan
materi, menetapkan kegiatan belajar mengajar, menentukan metode, alat, sumber,
dan evaluasi, yang semuanya itu memiliki tujuan tunggal yakni agar pelaksanaan
pengajaran berjalan sebagaimana mestinya dan terciptanya suasana yang
konduktif.
Sebagaimana dengan PPSI, satuan pelajaran juga bersifat
sistem, yang terdiri dari kompnen-komponen tersusun secara sistematiss atas
kerangka satuan pelajaran secara aktual. Adapun bentuk kerangka satuan
pelajaran(SP) dalam merencanakan pengajaran bagi pendidik (guru).
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pengambil keputusan dalam
kurikulum adalah guru atau pendidik, kepala sekolah, anak didik, direktur
jendral, direktur-direktur, dan lain-lain; dan beberapa interest group yang
mewakili level pusat (state/national) adalah teachers union, religious
organization, curriculum development centre, dan lain-lain. Banyak lagi faktor
lain yang ikut mempengaruhi pembuatan keputusan dalam kurikulum. Semakin maju
pendidikan suatu negara atau semakin maju negara itu, semakin banyak pula
interest groups yang turut mempengaruhi pembuatan keputusan kurikulum, yang
tentunya berfungsi sebagai input yang masih perlu diselesaikan dan di
pertimbangkan lebih lanjut.
D.
REFERENSI
Idi,
Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Sleman, Ar Ruzz, 2007
No comments:
Post a Comment