Thursday 7 February 2013

PEMBUATAN KEPUTUSAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan pendidikan itu dicapai, tentu akan sangat tergantung pada kurikulum. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik, tentu output pendidikan akan mampu mewujudkan harapan. Tapi bila tidak, kegagalan akan terus membayangi dunia pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     SENTRALISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Apabila ada kata desentralisasi, tentunya ada kata sentralisasi. Membicarakn desentralisasi dalam pengembangan kurikulum, pada hakikatnya membicarakan ,asalah pemberian wewenang dalam pengembangan kurikulum (Subandijah, 1993:199).
Yang dimaksud dengan sentralisasi atau sistem pengembangan kurikulum secara sentral (terpusat) adalah keterlibatan pemerintah pusat dalam mengembangkan kurikulum atau program pendidikan yang akan diterapkan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Adanya sistem sentralisasi pengembangan kurikulum tersebut mempunyai tujuan agar memperoleh bentuk kurikulum inti yang wewenang penanganannya diserahkan kepada Menteri Pendidikan Nasional. Pada tingkat provinsi (Tingkat I), kewenangannya diberikan kepada Kepala Kantor Departemen Pendidikan Nasional tingkat provinsi, dan pada tingkat Kabupaten/Kota, kewenangannya diserahkan kepada Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Diknas Kabupaten.Kota), dan pada tingkat sekolah tingkat wewenangnya diserahkan kepada Kepala Sekolah yang bersangkutan.
Hierarki kewenangan dalam pengembangan kurikulum tersebut dikenal dengan nama model pengembangan dari atas ke bawah (top-down), sebaliknya kadang-kadang terjadi pula (penyusunan kurikulum-kurikulum) dari bawah ke atas.
Administrasi mencakup dua hal, sebagaimana dikatakan Husen (1985) pada kutipan Subandijah (Ibid.:200): Pertama, pemahaman mengenai tingkah laku organisasi sosial melalui suatu pendekatan rasional; kedua, berhubungan dengan norma-norma teknik yang didesain menurut karakteristik sistem agar dapat memperoleh petunjuk itu sendiri. Ringkasnya, administrasi mempelajari karakteristik khususnya dalam tiap-tiap hubungan sosial, dan administrasi itu sendiri termasuk gejala sosial.
Sebagai gejala sosial, administrasi mempunyai makna sebagai seperangkat teknik yang digunakan untuk mengarahkan dan mengorganisasikan sumber, proses, dan gejala yang mempunyai hubungan dengan struktur kondisi sosial yang ditentukan secara historis. Sebagai suatu organisasi dan sistem dalam pengembangannya, pendidikan mementingkan sistem administrasi yang baik dan mantap dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan tersebut.
Sama halnya dengan kurikulum, sistem pengembangannya mementingkan pendekatan-pendekatan (approaches) yang tepat. Apabila pendidikan digunakan sebagai sarana mengembangkan semua komponen pembangunan, maka pola pengembangan pendidikan dan kurikulum secara sentralisasi dan desentralisasi sangat perlu diaplikasikan.

B.     DESENTRALISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
            Desentralilasi adalah bentuk organisasi yang menghubungkan otonomi organic dengan aspek-aspek kelembagaan tertentu bagi daerah tertentu, ditinjau dari aspek administrasinya. Berkaitan dengan makna disentralilasi tersebut, maka terdapat makna administrasi yang bersifat desentralisasi sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap siapa yang mempunyai wewenang mengorganisasikan dalam mencapai kecocokan dan kesesuaian komponen kelembagaan dengan cara menjaga keseimbangan dan keharmonisan yang dinamis
            Prinsip dasar desentralisasi adalah pendelegasian dari otoritas-otoritas dan fungsi-fungsinya terhadap semua level yang hirarkis tersebut. Dalam hubungannya dengan desentralisasi administrative, maka secara tradisional terdapat tiga bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh Husen (1985), yakni by technical service; by territorial function; and by cooperation. Maksudnya bahwa desentralisasi administratif kurikulum mempunyai makna yang keterkaitan  dengan teknik-tekni pelayanan, fungsi teritorial, dan adanya kerjasama.
            Sebagaimana telah dikemukakan dimuka bahwa desentralisasi juga dapat difahami dengan sederhana, yakni ia memiliki persoalan administrasi dan kewenangan (mengenai kurikulum atau hal lainnya). Desentralisasi pengembangan kurikulum mempunyai makna bahwa pengembangan kurikulum sekolah yang dihubungkan dengan potensi, karakteristik dan kebutuhan pengembangan daerah dapat dimulai dari pemegang kewenangan dan pengajaran (pengembangan kurikulum) yang dimulai dari kepala sekolah bersama dengan guru.
            Indonesia dalam system pendidikannya masih menganut sistem sentralisasi. Maksudnya persoalan administrasi dak kewenangan memiliki garis dalam pengembangan kurikulum sudah terjadi dalam kurikulum pendidikan nasional, seperti adanya kurikulum lokal. Namun, secara umum keberadaan sistem sentralisasi dalam pengembangan kurikulum di Indonesia masih dominan sangat besar porsinya.
            Ketetapan suatu pola pendekatan administratif daripada pengembangan kurikulum pada suatu Negara sangat bergantung pada kebijakan pemegang otoritas disekolah atau lembaga yang bersangkutan dan yang bersifat lebih bermanfaat yang dimiliki apabila pola pendekatan administratif secara desentralisasi diaplikasikan, dalam pandangang berikut:
-     Tingkat demokrasi yang lebih tinggi disenangi oleh para participants (pelaksannanya).
-     Keputusan-keputusan yang diadopsikan dalam basis partisipasi yang lebih menginginkan consensus yang lebih besar
-     Keputusan-keputusan dalam sistem desentralisasi memerlukan perhatian yang serius untuk kebutuhan yang konkret.
-     Partisipasi mempromosikan proses kreatifitas individu untuk manfaat organisasi
-     Koherensi organisasi yang bersifat internal disediakan jika koordinasi dan petunjuknya benar; dan jika hubungan-hubungan atau saluran-saluran komunikasi yang efesien diadakan.
-     Biaya personalia dan kertas kerja dapat ditekan sedemikian rupa dalam kantong-kantong pusat (central offices)
Dari uraian diatas, manfaat pengaplikasian pola desentralisasi dalam pengembangan kurikulum dapat dimiliki dari berbagai komponen yakni partisipasi, legitimasi (pengesahan keputusan), psikomotor (Perkiraan), Kreasi dan Inovasi, serta integrasi dan effisiensi.
Meskipun demikian, berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum sistem  desentralisasi kurikulum diaplikasikan. Aspek-aspek tersebut, antara lain: karakteristik khusus dari sistem sosial , ekonomi dan kekuatan ekonomi, tingkat evolusi dan kompleksitas administrasi; perbedaan kesanggupan pemerintah daerah dalam memperoleh dana dalam pendistribusiannya; kurangnya tenaga teknis; minimnya kontribusi untuk pelaksanaan program dari pihak pemerintah dan non pemerintah; kondisi geografis yang berbeda-beda coraknya memerlukan biaya yang besar; dan perbedaan kualitas pendidikan didaerah tertentu dengan daerah lainnya; dan juga kondisi sosial politik suatu negara (aman atau tidaknya) akan mempengaruhi prosesnya.
Memperhatikan aspek-aspek di atas secara teliti dan mendetail akan memberikan inspirasi kepada kita bahwa keberadaan sistem kurikulum desentralisasi sangat tergantung pada berbagai kondisi. Jenis negara misalnya, negara maju atau negara berkembang;negara kepulauan atau negara berbentuk benua; GNP tinggi atau GNP rendah: kondisi sosial politik aman atau tidak; ada tidaknya atau sejauh mana perbedaan kualitas pendidikan antar daerah; sumber dana; dan lain-lain tentunya menjadi pertimbangan utama dalam mengaplikasikan ide disentralisasi dalam pengembangan kurikulum. Barangkali, dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang demikian, maka pola administrasi kurikulum pendidikan Indonesia masih banyak untuk lebih memberi porsi yang lebih tinggi dalam aspek sentralisasi ketimbang desentralisasi.

C.     KEPUTUSAN KURIKULUM DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pembuat keputusan adalah mereka yang dikarenakan status profesi atau posisinya dapat membuat keputusan-keputusan spesifikmengenai kurikulum untuk disusun dan diimplikasikan dalam sekolah-sekolah tertentu (Marsh & Staffod, 1988: 161-162).
Pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum merupakan proses kebijakan yang didalamnya terdapat tanggung jawab berbagai pihak yang berkepentingan dengan masalah pendidikan secara legal. Kadang juga ditemukan sikap pro dan kontra, yakni sikap menerima dan menolak terhadap hasil keputusan kurikulum. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan sudut pandang terhadap hasil keputusan kurikulum dan fungsi sekolah.
Adanya pandangan untuk menerima dan menolak atas hasil keputusan kurikulum terletak pada pandangan pembuat keputusan kurikulum terhadap fungsi dan tujuan sekolah. Misalnya, apakah sekolah diselenggarakan dengan fungsi mengembangkan pertumbuhan moral-religius individual peserta didik, menyampaikan mata pelajaran, ataukah dalam rangka meyiapkan anak didik untuk kehidupan di masyarakatnya?
1.    Tingkat Pengambilan Keputusan Kurikulum
Secara hierarkis, pengambilan keputusan dalam pembuatan dan pengembangan kurikulumdapat ditinjau dari beberapa tingkat, yakni:
-     Pengambilan Keputusan di tingkat nasional
-     Pengambilan Keputusan di tingkat provinsi   
-     Pengambilan Keputusan di tingkat sekolah; dan
-     Pengambilan Keputusan di tingkat kelas

a.   Pengambilan Keputusan di Tingkat Nasional
Pengambilan keputusan di tingkat nasional ditangani oleh pemerintah pusat. Artinya, kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional atau menteri lain, atau pimpinan lembaga pemerintah non-departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri Pendidikan Nasional. Kemudian, pelaksanaan keputusan kurikulum dilakukan oleh dirjen tertentu, seperti Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

b.   Pengambilan Keputusan di Tingkat Provinsi
Pengambilan keputusan di tingkat provinsi merupakan pengaplikasian keputusan kurikulum dari pusat yang dilakukan oleh bidang tersebut pada kantor pendidikan nasional wilayah provinsi. Sebagai contoh, sekolah dasar dilaksakan atau ditangani oleh Kabid Pendidikan Dasar.
c.   Pengambilan Keputusan di Tingkat Sekolah
Di tingkat sekolah, pengambilan keputusan untuk penyelenggaraan dan pelaksanaan kurikulum dari pusat dilakukan oleh kepala sekolah tersebut.
d.   Pengambilan Keputusan di Tingkat Kelas
Pengambilan keputusan di tingkat kelas diberikan kepada guru kelas atau bidang studi yang berwenang melaksanakan kurikulum dari pusat. Dalam hal ini sampai ke dalam bentuk keputusan yang paling kecil, yakni dalam bentuk Satuan Pelajaran(SP)
2.   Tahap-Tahap Pengembangan Kurikulum
Tingkat atau tahapan dalam mengembangkan kurikulum suatu sekolah pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Tingkat pertama, tahap yang dikenal dengan nama pengembangan program pada tingkat lembaga; kedua, tahap pengembangan program bidang studi; dan ketiga, tahap pengembangan program di kelas, yang di lakukan oleh guru di kelas pada suatu sekolah (Soetopo, 1993:63). Uraian berikut akan mengungkapkan ketiga tahapan pengembangan kurikulum, yakni:
a.   Pengembangan Kurikulum pada Tingkat Lembaga
Maksudnya adalah pengembangan seluruh program kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum pendidikan tersebut. Pengembangan kurikulum tahap ini meliputi tiga pokok kegiatan, yakni:
(1).  Perumusan tujuan institusional, adalah merupakan perumusan mengenai pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan di sekolah.
(2)   Penetapan isi atau struktur program, adalah menentukan bidang-bidang studi yang akan diajarkan pada suatu lembaga pendidikan. Sedangkan penetapan struktur program merupakan penetapan atau penentuan jenis-jenis program pendidikan, sistem semester/caturwulan, jumlah bidang studi, dan alokasi waktu yang diperlukan.
(3)   Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum, adalah upaya memilih, menyusun, dan memobilitasi segala cara, tenaga dan sarana pada cara-cara mencapai tujuan secara efisien. Dalam menyusun strategi, pelaksanaan kurikulum meliputi berbagai kegiatan, melaksakan pengajaran, melakukan penilaian, melaksakan bimbingan dan penyuluhan, serta melaksanakan administrasi.
b.   Pengembangan Program Tiap Bidang Studi
Pengembangan program pada tiap bidang studi bertujuan untuk mencatat tujuan kurikuler, yakni tujuan bidang studi yang akan dicapai selama program itu diajarkan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam kegiatan pengembangan program pada tiap bidang studi, yakni:
-     Penetapan pokok-pokok bahasan dan subpokok bahasan yang didasarkan atas tujuan kelembagaan (institusional).
-     Penyusunan garis-garis besar program pengajaran (GBPP)
-     Penyusunan pedoman khusus pelaksanaan program pengajaran masing-masing bidang studi.
c.   Pengembangan Program Pengajaran di Kelas
Pengembangan program pada tahap ini mrupakan tahap kewenangan guru untuk mengembangkan program pengajaran di kelas. Untuk mengembangkan program pengajaran di kelas, pendidik perlu memiliki lebih lanjut dalam bentuk Satuan Pelajaran (SP). Satuan pelajaran dilaksanakan  oleh para pendidik dalam rangka mengembangkan kegiatan program pengajaran di kelas. Akan tetapi, apabila bahan pengajaran yang dikembangakan GBPP sudah dikelompokkan menjadi satuan-satuan bahasan, pendidik tidak perlu lagi menyusun atau menentukan bahasan. Satuan Bahasan itu langsung dikembangkan menjadi satuan pelajaran (SP) untuk pedoman guru dalam melakukan proses belajar-mengajar di kelas.
      Satuan pelajaran (SP) merupakan satu sistem yang memiliki komponen-komponen:
-     Tujuan Instruksional Umum (TIU) yang diperoleh dari GBPP
-     Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari (TIU)
-     Bahan pelajaran;
-     Proses belajar-mengajar;
-     Alat dan Sumber Belajar, dan
-     Penilaian/evaluasi
Tujuan penggunaan satuan pelajaran(SP) bagi guru adalah agar dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
3.   Perencanaan Kegiatan Belajar-Mengajar
Peranan guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar adalah:
-     Merencanakan unit pengajaran;
-     Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik;
-     Menguraikan kegiatan belajar yang sesuai;
-     Menghubungkan pengalaman belajar dengan minat peserta didik secara individual;
-     Mengorganisasikan kurikulum
-     Mengevaluasi kemajuan peserta didik.
Dalam perencanaan kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu menentukan tujuan yang jelas mengenai apa yang hendak dicapai dan mempertimbangkan alasan mengajarkan hal itu, yakni alasan menyampaikan suatu pokok bahasan, sehingga arah pekerjaan pendidik terarah dan efektif. Karenanya, pelajaran yang disajikan harus mempunyai perencanaan, pengoreksian, atau sesuai tidak dengan rencana pelajaran.
Tujuan seorang pendidik dalam membuat rencana pelajaran adalah agar tercipta kondisi aktual sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan secara optimal, baik tujuan khusus maupun tujuan umum. Penyiapan lingkungan belajar sangat penting dalam perencanaan pengajaran agar dapat membantu menciptakan disiplin pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang benar dan memadai, sehingga hasil belajar mengajar akan memuaskan.
Perencanaan merupakan suatu proses atas cara berpikir yang dapat membantu memperoleh hasil yang diharapkan.
4.   Sistem satuan pembelajaran
Satuan pelajaran adalah suatu proogram pengajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang mana satu kesatuan program digunakan pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran pada anak didik. Sebagaimana telah dikemukakan di atas tentang pelaksanaan kurikulum yang berpedoman pada PPSI, hal pertama yang dilakukan adalah menetapkan suatu model belajar mengajarnya, yaitu model satuan pelajaran. Para pendidik perlu mengetahui Satuan Pelajaran mengingat pembuatannya merupakan satuan masalah aktual dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas.
Pembuatan satuan pelajaran (SP) merupakan salah satu proses pengembangan kurikulum yang terkecil di kelas. Ada beberapa hal yang perlu disusun oleh seorang pendidik dalam membuat satuan pelajaran, yakni merumuskan tujuan instruksional umum dan khusus, menetapkan materi, menetapkan kegiatan belajar mengajar, menentukan metode, alat, sumber, dan evaluasi, yang semuanya itu memiliki tujuan tunggal yakni agar pelaksanaan pengajaran berjalan sebagaimana mestinya dan terciptanya suasana yang konduktif.
Sebagaimana dengan PPSI, satuan pelajaran juga bersifat sistem, yang terdiri dari kompnen-komponen tersusun secara sistematiss atas kerangka satuan pelajaran secara aktual. Adapun bentuk kerangka satuan pelajaran(SP) dalam merencanakan pengajaran bagi pendidik (guru).

BAB III
KESIMPULAN                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        
Dapat disimpulkan bahwa pengambil keputusan dalam kurikulum adalah guru atau pendidik, kepala sekolah, anak didik, direktur jendral, direktur-direktur, dan lain-lain; dan beberapa interest group yang mewakili level pusat (state/national) adalah teachers union, religious organization, curriculum development centre, dan lain-lain. Banyak lagi faktor lain yang ikut mempengaruhi pembuatan keputusan dalam kurikulum. Semakin maju pendidikan suatu negara atau semakin maju negara itu, semakin banyak pula interest groups yang turut mempengaruhi pembuatan keputusan kurikulum, yang tentunya berfungsi sebagai input yang masih perlu diselesaikan dan di pertimbangkan lebih lanjut.

D.                REFERENSI
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Sleman, Ar Ruzz, 2007

No comments:

Post a Comment

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...