Pendahuluan
Seringkali
timbul pertanyaan kepada kita, mengapakah bimbingan itu dirasakan perlu, bahkan
mutlak harus dilaksanakan di sekolah. Apakah yang menjadi dasar pelaksanaan
bimbingan, terutama yang diselenggarakan di sekolah?
Untuk menjawabnya perlu
kita meninjau dari berbagai aspek, seperti: aspek sosial kulturil, pendidikan,
psikologis, guru, kurikulum dan sebagainya. Ditinjau dari sosial-kulturil
bimbingan merupakan suatu bagian dari perkembangan kebudayaan. Demikian pula
dari segi pendidikan, guru, murid, kurikulum, psikologis dan sebagainya,
bimbingan merupakan bagian yang integral dari aspek-aspek tersebut.
Wawancara konseling
merupakan salah satu layanan bimbingan (guidance) kepada murid di
sekolah. Menurut pedoman pelaksanaan Kurikulum 1975 untuk SMP dan SMA sekolah
harus menyelenggarakan suatu program bimbingan (guidance programe) yang
di dalamnnya konselor mengambil peran penting. Namun bidang bimbingan di
sekolah menengah masih merupakan bidang yang berkembang; maka banyaklah
pertanyaan dan persoalan yang dapat ditimbulkan mengenai sifat dan tujuan dari
bimbingan.
Pada masyarakat yang
semakin maju, permasalahan penemuan identitas pada individu menjadi semakin
rumit. Hal ini disebabkan oleh karena tuntutan masyarakat maju kepada
anggota-anggotanya menajdi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima
menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga
kematangan mental, psikologis, cultural, vokasional, intelektual dan religious.
Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun, sebab
perubahan cepat yang terjadi pada masyarakat yang sedang membangun, akan
merupakan tantanga pula bagi individu atau siswa. Keadaan semacam inilah yang
menuntut diselenggarakannya bimbingan di sekolah.
POKOK
PEMBAHASAN
Sejarah Bimbingan
Pada awal sejarah
Bimbingan dimulai permulaan abad ke 20 di Amerika dengan didirikannya suatu
“Vocational Bureau” tahun 1908 oleh Frank Parsons, yang untuk selanjutnya
dikenal dengan nama “The Father of Guidance” yang menekankan pentingnya setiap
individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami
berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat
dipergunakannya secara intelegen dalam memilih pekerjaan yang tepat bagi
dirinya.[1]
Menurut Arthur E. Traxler dan Robert D, North,
dalam bukunya yang berjudul: “Techniques of Guidance”(1966), disebutkan
beberapa kejadian penting yang mewarnai sejarah bimbingan[2]
diantaranya:
1.
Pada
akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 timbullah suatu gerakan kemanusiaan, yang
menitikberatkan pada kesejahteraan ummat
manusia dan kondisi sosialnya. Gerakan ini membantu Vocational Bureau Parsons
dalam bidang keuangan agar dapat menolong anak-anak muda yang tidak dapat
bekerja dengan baik.
2.
Agama.
Para rohaniawan berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentangan yang
secara terus menerus antara baik dan buruk. Oleh karena itu bantuan sekolah
untuk menyiapkan anak muda agar siap atau mampu hidup yang lebih baik,
kepribadian dan moral yang baik sangat diperlukan bantuan dari sekolah. Dengan
adanya gerakan atau aliran ini mendorong tumbuhnya gerakan bimbingan di
Sekolah.
3.
Aliran
Kesehatan Mental (Mental Hygiene), timbul dengan tujuan perlakuan yang
manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa, pengobatan dan cara pencegahannya.
Karena adanya suatu kesadaran bahwa penyakit ini bisa diobati apabila
diketemukan pada tingkat yang lebih awal. Gerakan ini mendorong para pendidik
untuk lebih peka terhadap masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman,
dan kehilangan identitas di antara anak-anak muda.
4.
Perubahan
dalam masyarakat. Akibat dari perang dunia I dan II, pengangguran, depresi,
perkembangan teknologi, wajib belajar dan lain-lainnya, mendorong beribu-ribu
anak untuk masuk sekolah, tanpa mengetahui untuk apa mereka bersekolah.
Perubahan semacam ini mendorong para pendidik untuk memperhatikan setiap anak
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya agar mereka dapat menyelesaikan
pendidikannya dengan berhasil.
5.
Gerakan
mengenal siswa sebagai individu. Gerakan ini erat sekali kaitannya dengan
gerakan test dan pengukuran. Bimbingan diadakan di sekolah disebabkan karena
tugas sekolah untuk mengenal atau memahami siswa-siswanya secara individual.
Karena sulitnya untuk mengenal dan memahami secara individual (pribadi) maka
diciptakanlah berbagai teknik dan instrumen diantaranya dengan test dan
pengukuran.
Perkembangan
bimbingan sekolah kita dewasa ini menunjukkan beberapa kemajuan, hal ini
disebabkan karena adanya perkembangan pendidikan di Indonesia yang semakin
maju, sehingga sangat dirasakan penampilan bimbingan dan penyuluhan di seluruh
lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Tidak
dapat dipungkiri karena masih sangat mudanya profesi ini, maka kebanyakan
bimbingan sekolah dilakukan secara “Trial and Error” yang kadang-kadang
merugikan profesi dan juga yang melakukan bukan orang yang berwenang. (Drs, H.
Koester Partowosasto, 1982).
Berdasarkan
asumsi di atas bahwa kebanyakan bimbingan sekolah dilakukan secara “Trial dan
Error,” dan dilakukan oleh orang yang tidak berwewenang, adalah merupakan
faktor penghambat dalam perkembangan bimbingan di Indonesia.[3]
Pelaksanaan
layanan bimbingan di sekolah masih diselenggarakan secara trial and error dan
juga dilaksanakan oleh orang-orang tidak berwewenang disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Kekurangan
tenaga bimbingan di sekolah
Tenaga
bimbingan baik menyangkut jumlah maupun mutunya masih sangat kurang. Beberapa
sekolah sudah merasakan perlunya petugas bimbingan di sekolah sebagai pembantu
kepala sekolah atau wali kelas dalam menghadapi berbagai permasalahan siswa.
2.
Kemampuan
teknis bimbingan di sekolah
Tenaga yang ada, secara langsung menangani bimbingan di
sekolah kebanyakan dihasilkan dari PGLSP yang melaksanakan pendidikan hanya
dalam satu tahun, dan juga sebagian kepala sekolah yang masih merangkap sebagai
petugas bimbingan karena kekurangan tenaga.
3.
Sarana
dan prasarana
Layanan bimbingan di sekolah mutlak memerlukan sarana dan
prasarana. Namun karena keterbatasan anggaran yang ada, hal semacam ini belum
bisa dicukupi. Sedangkan ruang khusus bimbingan dan penyuluhan masih bersifat
sementara, darurat atau nebeng.
4.
Organisasi
dan administrasi bimbingan
Dalam penanganan layanan bimbingan di sekolah, hubungan
perlu dilakukan dan ditopang oleh kegiatan administrasi. Program bimbingan
perlu diorganisir sedemikian rupa supaya memungkinkan terjadinya suatu
kerjasama yang harmonis antara kepala sekolah, guru bidang studi, staf tata
usaha, serta anak didik di sekolah tersebut baik satu pihak dan dengan pihak
luar sekolah baik orang tua atau wali maupun dengan masyarakat di pihak lain
5.
Supervisi
bimbingan di sekolah
Kegiatan supervisi baik oleh kepala sekolah maupun dari
Kantor wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih belum berjalan
sebagaimana mestinya. Hambatan ini mungkin terletak pada keterbatasan tenaga
profesional yang tersedia maupun sarananya dalam artian luas.
Pengertian Bimbingan
Dipandang
dari segi terminologi maka di sini kita menghadapi dua macam istilah yaitu
istilah bimbingan dan istilah penyuluhan. Istilah bimbingan terjemahan dari
“guidance” dan istilah penyuluhan atau konseling terjemahan dari “counseling”.
Istilah “Bimbingan”
digunakan sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris “Guidance”. Dalam
penggunaan istilah bimbingan ini timbul beberapa kesulitan karena kata
“bimbingan” sudah berurat berakar ke dalam “bidang pendidikan”. Tetapi kalau
disimak lebih mendalam “Bimbingan” sebagai terjemahan dari “Guidance” mempunyai
beberapa sisi yang satu dengan yang lainnya saling berbeda. Maka dari itu untuk
menghindari terjadinya salah tafsir dan
kekaburan arti, perlulah kiranya pengertian itu kita perjelas.
“Guidance” mempunyai hubungan dengan “guiding” : showing a way
(menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving
instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengarahkan), giving advice (memberikan nasehat).”
(W.S.Winkel.S.J.M.Sc.,1981).[4]
Bimbingan
ditinjau dalam arti-arti seperti tersebut di atas, menunjukkan pada dua hal,
satu dengan yang lainnya dapat berdiri sendiri, yaitu :
(a). Memberikan informasi misalnya kepada turis
dalam bentuk suatu “guide book”. Memberikan bimbingan itu berarti menyajikan
pengetahuan, informasi, bahkan lebih jauh dari itu dalam bentuk nasehat kepada
seseorang (individual) atau sekelompok orang (group); atas dasar pengetahuan,
informasi atau nasehat itu seseorang akan dapat membuat suatu pilihan atau
mengambil suatu keputusan.
(b). Menuntun atau mengarahkan (conducting) ke
arah suatu tujuan, misalnya turis di bawa ke obyek pariwisata.
Tujuan
yang akan dituju mungkin hanya diketahui oleh orang yang menuntun, mungkin pula
telah disepakati oleh yang dituntun. Dalam hubungan antara orang dewasa dengan
anak-anak bimbingan itu lalu berarti : usaha yang sadar dan yang di sengaja
untuk menuntun seseorang anak ke arah kedewasaan.[5]
Dengan demikian dapat diartikan bahwa bimbingan itu bersentuhan dengan
pendidikan.
Bimbingan
merupakan suatu tuntunan atau pertolongan. Bimbingan merupakan suatu tuntunan,
ini mengandung suatu pengertian bahwa didalam memberikan bantuan itu bila
keadaan menuntut adalah menjadi kewajiban bagi para pembimbing memberikan
bimbingan secara aktif kepada yang dibimbingnya. Di samping itu pengertian
bimbingan juga mengandung pengertian memberikan bantuan atau pertolongan di
dalam pengertian bahwa dalam menentukan arah dapatlah diserahkan kepada yang
dibimbingnya. Keadaan ini seperti yang terkenal dalam pendidikan “tut wuri
handayani”, jadi di dalam memberikan bimbingan arah diserahkan kepada yang
dibimbingnya, hanya di dalam keadaan yang memaksa maka pembimbing mengambil
peranan secara aktif didalam memberikan bimbingannya.
Pembimbing tidak pada tempatnya membiarkan
individu yang dibimbingnya terlantar keadaannya bila ia telah nyata-nyata tidak
dapat menghadapi atau mengatasi persoalannya. Bimbingan itu dapat diberikan
kepada seseorang individu atau sekumpulan individu-individu, ini berarti bahwa
bimbingan itu dapat diberikan secara individual ataupun secara berkelompok.
Bimbingan itu dapat diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, tanpa
memandang keadaan umur, hingga baik anak maupun orang dewasa dapat menjadi
objek dari bimbingan.
Dengan demikian maka
bidang gerak dari bimbingan tidak hanya terbatas kepada anak-anak ataupun para
remaja tetapi juga mengenai orang dewasa.
Untuk
dapat memperoleh pengertian bimbingan yang lebih jelas di bawah ini akan
dikutip beberapa definisi yaitu :
1.
Definisi
yang dikemukakan dalam “ Jear Book of Education” 1995, bimbingan adalah “suatu
proses membantu individu melalui usahanya sediri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
sosial”.
2.
Menurut
Stoops ialah “suatu proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan
individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat
yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat”.
3.
Menurut
Crow & Crow, Guidance dapat diartikan sebagai “bantuan yang diberikan oleh
seseorang baik pria maupun wanita, yang memiliki pribadi baik dan pendidikan
yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya
mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah
pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri.”
4.
Menurut
Miller bimbingan adalah “proses bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri
secara maksimum kepada sekolah, keluarga serta masyarakat”.
Selain itu pula ada
yang beranggapan, bahwa bimbingan hanya diberikan kepada pemuda dan anak-anak,
sedangkan orang dewasa tidak memerlukannya. Juga pandangan ini keliru, karena
pada hakekatnya orang dewasapun banyak menghadapi masalah-masalah dan banyak
orang dewasa yang memerlukan bantuan dalam memecahkan masalahnya. Tentu saja
masalah yang dihadapi oleh orang dewasa berlainan dengan masalah yang dihadapi
oleh anak-anak atau pemuda, baik dalam jenis maupun sifatnya.
Jika anak-anak dan
pemuda lebih banyak memerlukan bantuan bimbingan adalah karena dalam situasi
tertentu para pemuda lebih banyak menghadapi masalah, dan juga para pemuda
lebih banyak memerlukan bantuan dalam pemecahan masalahnya. Hal itu sesuai
dengan tingkat atau fase perkembangan pada masa anak-anak ataupun pemuda yang
secara psikologis banyak menghadapi perubahan-perubahan yang pesat, baik fisik
maupun psikis.
Dari uraian-uraian di
atas dapat disimpulkan mengenai pengertian bimbingan, yaitu : “suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding), kemampuan mengarahkan dirinya (self
direction), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), dan kemampuan
untuk merealisasikan dirinya (self realization), sesuai dengan potensi
lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dan bantuan itu diberikan
oleh orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang
tersebut”.
Kesimpulan
Dari
pengertian-pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pada prinsipnya bimbingan itu adalah merupakan pemberian pertolongan, dan
pertolongan inilah merupakan hal yang prinsipil. Tetapi sekalipun bimbingan itu
merupakan pertolongan, namun tidak semua pertolongan merupakan bimbingan. Orang
dapat memberikan pertolongan kepada anak yang jatuh untuk didirikan, tetapi ini
bukanlah merupakan bimbingan. Bimbingan masih memerlukan sifat-sifat yang lain.
Berdasarkan
faktor-faktor yang telah
dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan layanan bimbingan
disekolah masih jauh daripada yang diharapkan oleh karena: belum adanya program
oprasional pelaksanaan layanan bimbingan yang mantap, belum adanya peningkatan
produktivitas pendidikan petugas bimbingan, belum ditetapkannya secara
resmi profesi bimbingan dalam jabatan
kepegawaian.
Dengan
kedudukan yang masih tidak menentu ini, maka pekerjaan petugas bimbingan pun
tidak menentu pula. Kalau petugas bimbingan hanya sekedar berfungsi membantu
kepala sekolah dalam menjaga disiplin sekolah (sebagai polisi, atau Jaksa
Sekolah), menasehati anak nakal, mengolah skore statistic hasill evaluasi murid
dalam bidang studi dari guru-guru bidang studi, maka ide profesi pembimbing
sekolah itu tidak ada gunanya.
Referensi
Walgito, Bimo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.(Yogyakarta:Andi
Offset, 1995.)
Natawijaya, Rochman. Penyuluhan di Sekolah.
(Medan: Firma Hasmar, 1978)
Sukardi, Ketut. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di
Sekolah. (Surabaya: Usaha Nasional: 1983)
Ridwan. Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1958)
No comments:
Post a Comment