Friday 1 February 2013

BILA HATI ITU BERSIH, TAK ADA KATA "IMPOSSIBLE"



Memberi itu Menyehatkan
Orang yang sakit ketika berfikir untuk memberi justru melahirkan optimis sehingga cepat merasa sehat bahkan do’anuya mustajabah.
Imam Ahmad tetap kuat meski disiksa di balik penjara. Dialah Imam Ahlus Sunnah yang benar-benar menyejarah. Hasan Al-Bana tetap berangkat mengisi ceramah dakwah, meski tubuhnya sakit sehingga harus dipandu. Semangatnya menyembuhkannya. Semangat membuat tubuhnya sehat dan kuat. Jendral Soedirman tetap berjihad, berperang melakukan perlawanan terhadap penjajahan meski sakit parah dan terus berjuang menyusur dari hutan ke hutan, dari desa dan kota, berjalan dalam tanduan. Syaikh Ahmad Yasin  tetap berjuang dari kursi rodanya melakukan jihad Intifadhah melawan kekejaman Israel la’natullah ‘alaihi meski dalam kelumpuhan badan. Begitulah bila jiwa itu besar, maka tubuh tak akan sanggup melayani.
Sebaliknya…
Orang sehat namun tidak pernah berfikir uuntuk member manfaat, tubuhnya cepat lelah dan gampang sakit.
Perhatikan orang-orang baru sedikit mengalami cobaan dan ujian, namun mudah menyerah dan berbellok jalan serta berbalik arah kemudi menjadi tak pasti. Bernyanyi mengumbar aib sana-sini ketika dalam perjuangannya tak mendapatkan “keuntungan” duniawi seperti yang dibagikan Nabi seusai Perang Hunain. Mudah mengeluh padahal belum bersungguh-sungguh serius di jalan yang ditempuh. Mudah menangis dan meringis ketika menemukan duri-duri kecil maupun kerikil-kerikil nakal sandungan di perjalanan dakwah. Mudah menuduh sana-sini tak peduli, padahal pada saat yang sama dia sendiri tak rajin hadir dan komunikasi. Gampang hengkang ketika pendapat, usulan, dan gagasannya tak dipandang, padahal karena memang ia tak mampu menarasikan dengan jelas dan gambling.
Alamak, begitu rentan orang-orang yang hanya sok sibuk dan seolah-olah sibuk, sementara belum seberapa bila dibandingkan dengan pengorbanan shahabat yang paling kecil sekalipun. Shahabat yang sangat bersedih ketikatak mampu berpartisipasi karena tak ada dana, kendaraan, perbekalan, peralatan perang untuk berjihad bersama Rasulullah. Lalu apa yang ia lakukan?
Ia pun bangun di malam hari, menegakkan shalat, memohon ampun kepada Allah atas ketidakmampuan memenuhi panggilan jihad dan memohonkan ampunan terhadap orang-orang yang pernah menzaliminya, memaafkan, dan menjadikannya sebagai sedekah terbesar yang ia bias lakukan.
Itulah kebesaran jiwa yang gagah dan tak mudah kalah oleh masalah. Teap bersedekah, minimal memaafkan ikhwah fillah. Pernah melakukan, wahai Saudaraku?
Dan orang-orang yang dating sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. al-Hasyr : 59)
Itulah bekal spiritual dalam perjalanan SPS ini dengan kebersihan hati.  Sesungguhnya asas kebaikan itu, kata Hasan al-Bana, terletak pada kesucian jiwa, kebersihan hati, ketekunan dalam berbuiat,cinta kepada Allah, intensitas keterikatan pada nilai-nilai kebaikan.
Kalau kita tak mampu mengelola kebersihan hati, bagaiman bisa menghadirkan solusi? Apabila tidak membersihkan orientasi untuk berfikir memberi dan berkontribusi yang sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya bagi izzah dakwah, bagi tegaknya kalimatullah, bagi tersebarnya kebaikan dan bagi hadirnya keberkahan, maka yang terjadi adalah rasa nuntut menunjukkan ketidakmauan dan ketidakmampuan untuk melakukan. Think fresh do the best, give the best get the best. (lihat pada buku secara langsung, Insya Allah dak akan nyesel apalagi mau baca bukunya “Spiritual Problem Solving”)

1 comment:

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...