Sebelum mendalam makna manajemen
kesiswaan, kita harus tahu dengan pasti pengertian manajemen secara luas.
Dengan memahami pengertian manajemen yang sebenarnya kita membuang jauh-jauh
tentang gambaran manajemen yang merupakan sekedar pekerjaan tulis-menulis di
kantor, kita harus menggambarkan manajemen sebagai proses penyelenggaraan suatu
usaha kerjasama secara menyeluruh.
Dengan demikian dapat kami jelaskan
bahwa manajemen kesiswaan adalah merupakan suatu penataan atau pengaturan
segala aktifitas yang berkaitan dengan siswa, yaitu mulai dari masuknya siswa
sampai dengan keluarnya siswa tersebut dari suatu sekolah atau suatu lembaga.
Jadi jelaslah bahwa yang diatur adalah siswanya[1].
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua pengaturan yang berhubungan dengan
siswa digarap oleh manajemen kesiswaan. Penggarapan kesiswaan adakalanya
termasuk ke dalam manajemen kurikulum.[2]
Identifikasi kegiatan mengatur siswa
Manajemen siswa sebagai salah satu
substansi problem dari manajemen secara keseluruhan tediri dari beberapa
kegiatan mengatur siswa[3].
Kegiatan mengatur siswa tersebut mencakup:
1.
Perencanaan
Kesiswaan
Dalam bagian
perencanaan kesiswaan ini akan diutarakan dua hal yaitu:
a.
Sensus
sekolah
Yang dimaksud dengan sensus sekolah adalah pencatatan anak usia
sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah atau calon siswa. Dengan demikian
sensus sekolah untuk sekolah dasar adalah anak-anak yang akan masuk sekolah
dasar dan sebagainya.
Pencatatan anak usia sekolah atau calon siswa merupakan slah satu
komponen penting dalam perencanaan pendidikan. Dengan data yang diperoleh dari
sensus sekolah akan dapat ditetapkan:
1.
Jumlah
dan lokasi sekolah.
2.
Batas
daerah penerimaan siswa disuatu sekolah.
3.
Jumlah
fasilitas transportasi.
4.
Layanan
progam pendidikan.
5.
Fasilitas
pendidikan bagi anak-anak penderita cacat.
6.
Laju
pertumbuhan penduduk, khususnya anak-anak usia sekolah di daerah sekitar
sekolah.
b.
Penentuan
jumlah siswa yang diterima.
Berapa jumlah calon siswa yang akan diterima di suatu sekolah itu
sangat bergantung pada jumlah kelas atau fasilitas tempat duduk yang tersedia. Prakiraan
jumlah siswa yang akan diterima bisa dibuat berdasarkan prakiraan siswa yang
akan meninggalkan sekolah. Sebagian besar siswa yang akan meninggalkan sekolah
ialah siswa-siswa yang duduk di kelas terakhir, dan sedikit atau bahkan mungkin
tidak ada dari kelas-kelas di bawahnya.
Penerimaan siswa baru pada umumnya hanya untuk kelas permulaan
(kelas satu). Tetapi ini tidak terjadi penerimaan baru untuk kelas-kelas dua
atau tiga. Sehingga untuk memperkirakan berapa jumlah siswa baru yang akan
diterima, tinggal menghitung saja berapa siswa kelas terakhir yang akan
meninggalkan sekolah. Jika kelas terakhir sejumlah lima kelas, maka secara
mudah bisa ditentukan bahwa jumlah siswa baru yang akan diterima juga lima
kelas. Selama tidak ada perubahan-perubahan atau pengembangan sekolah, maka
cara menghitung di atas bisa dipakai.
Namun perlu diperhatikan pula siswa-siswa yang tinggal atau
mengulang. Jika jumlah siswa yang mengulang ini tidak banyak, maka hal ini
tidak mengganggu. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka hal ini harus ikut
diperhitungkan dalam membuat perencanaan. Karena hal ini sangat berpengaruh
pada jumlah kelas maupun jumlah siswa baru yang akan diterima.
2.
Penerimaan
Siswa Baru.[4]
Dalam
pembahasan masalah penerimaan siswa baru ini akan dibicarakan tentang hal-hal
berikut:
1.
Kebijakan
dalam penerimaan siswa baru.
Dalam
rangka kegiatan penerimaan siswa baru ini ada beberapa kebijakan yang wajib
diperhatikan, karena kebijakan-kebijakan tersebut akan menjadi landasan kerja
dalam pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru. Pada umumnya pedoman-pedoman
itu berhubungan dengan hal-hal berikut:
a.
Masalah
teknik pelaksanaan.
b.
Masalah
waktu.
c.
Masalah
persyaratan.
d.
Masalah
teknis manajemen.
2.
Sistem
penerimaan siswa baru.
Yang
dimaksud dengan sistem dalam pengertian disini adalah cara-cara atau
teknik-teknik yang digunakan untuk menyeleksi siapa-siapa di antara para calon
siswa yang akan diterima sebagai siswa baru. Adapun cara-cara seleksi yang bisa
digunakan yaitu:
a.
Ujian
atau tes.
b.
Penelusuran
bakat dan kemampuan.
c.
Berdasarkan
hasil EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir).
d.
Pindah
sekolah.
3.
Orientasi
siswa baru.
Adalah
kegiatan yang merupakan salah satu bagian dalam rangka proses peneriamaan siswa
baru. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk kegiatan ini yaitu,
diantaranya:
a.
Orientasi
Siswa (OS).
b.
Pekan
Orientasi Studi (POS).
c.
Orientassi
Progam Studi dan Pengenalan Kampus (OPSPEK).
3.
Pengelompokan
Siswa.
Pengelompokan
siswa diadakan dengan maksud agar pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar di
sekolah bisa berjalan lancar, tertib, dan bisa tercapai tujuan-tujuan
pendidikan yang telah diprogamkan. Ada beberapa jenis pengelompokan siswa,
diantaranya:
a.
Pengelompokan
dalam kelas-kelas.
b.
Pengelompokan
berdasarkan bidang studi.
c.
Pengelompokan
berdasarkan spesialisasi.
d.
Pengelompokan
dalam sistem kredit.
e.
Pengelompokan
berdasarkan kemampuan.
f.
Pengelompokan
berdasarkan minat.
4.
Kehadiran
Siswa di Sekolah.
Kehadiran dan
ketidakhadiran siswa di sekolah merupakan masalah penting dalam pengelolaan
siswa di sekolah, karena hal ini sangat erat hubungannya dengan prestasi
belajar siswa. Di samping itu juga merupakan gambaran tentang ketertiban suatu
sekolah. Sehingga tidak mengherankan apabila ditetapkan sebagai aturan.
Faktor-faktor
penyebab ketidakhadiran siswa di sekolah, diantaranya:
a.
Faktor
kesehatan.
b.
Faktor
non kesehatan.
Sumber-sumber
ketidakhadiran siswa di sekolah, diantaranya:
a.
Lingkungan
sekolah
-
Suasana
sekolah yang kurang menarik.
-
Letak
geografis.
-
Sarana
pendidikan.
-
Tarikan
uang.
b.
Lingkungan
keluarga/rumah tangga[5]
-
Orang
tua yang selalu sibuk, jadi kurang dapat perhatian.
-
Situasi
ekonomi keluarga yang terlalu buruk.
-
Sikap
orang tua yang terlalu memanjakan anak.
-
Orang
tua yang sering mengajak anaknya bepergian.
-
Keluarga
yang kurang harmonis (broken home).
c.
Lingkungan
masyarakat.
-
Kebiasaan
dalam masyarakat.
-
Bencana
alam.
-
Perayaan
atau upacara-upacara.
d.
Lingkungan
siswa.
-
Sifat
malas pada anak.
-
Anak
membolos karena pengaruh teman.
-
Sering
dihukum karena sering melanggar tata tertib sekolah.
-
Prestasi
rendah dan sering mengalami kegagalan.
-
Sering
tidak mengerjakan pekerjaan rumah.
5.
Pembinaan
Disiplin Siswa.
Masalah
disiplin merupakan suatu masalah penting yang dihadapi sekolah-sekolah sekarang
ini. Bahkan sering hal itu digunakan sebagai barometer pengukur kemampuan
kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya.
Konsepsi-konsepsi
yang digunakan sebagai dasar disiplin kelas adalah sebagai berikut:
a.
Kekerasan
otariter.
Disini guru harus bersikap keras supaya siswa berdisiplin, padahal
hal itu bukan disiplin melainkan tekanan.
b.
Kebebasan
liberal.
Disini siswa diberi kebebasan dan keleluasaan. Tapi pada umumnya
siswa belum mampu mengendalikan perasaan dan belum mampu bersikap positif serta
bertanggung jawab dalam menggunakan hal itu.
c.
Kebebasan
yang terkendali.
Disini sisawa diberi kebebasan, namun bimbingan dan pengawasan
masih tetap dilaksanakan. Supaya mereka menyadari bahwa kebebasan adalah suatu
karunia yang merupakan hak asasi manusia dan tidak seharusnya disalahgunakan.
Teknik
pembinaan disiplin kelas yang dapat digunakan oleh seorang guru adalah sebagai
berikut:
a.
Teknik
pengendalian dari luar.
Yaitu
pengendalian dari luar, yang berupa bimbingan dan penyuluhan. Sering external control
dalam arti pengawasan perlu diperketat, namun hendaklah secara kemanusiaan.
b.
Teknik
pengendalian dari dalam.
Yaitu
menumbuhkan kesadaran akan disiplin dalam diri siswa, diharapkan supaya mereka
dapat mengendalikan dirinya sendiri.
c.
Teknik
pengendalian kooperatif.
Yaitu
adanya kesadaran akan tujuan bersama antara guru dan siswa sebagai pengendali
atas terwujudnya disiplin kelas yang baik.
6.
Kenaikan
Kelas dan Penjurusan.
Masalah-masalah
yang akan timbul berkaitan dengan kenaikan kelas dan penjurusan, sangat erat
hubungannya. Masalah-masalah yang timbul sebagai akibat keputusan-keputusan
dalam hal kenaikan kelas, sebagian besar adalah sama dengan masalah-masalah
yang timbul sebagai akibat keputusan-keputusan dalam hal penjurusan siswa.
Prakeputusan-prakeputusan
yang berhubungan dengan kenaikan kelas diantaranya adalah:
a.
Siswa
dengan tegas bisa dinaikkan kelas.
b.
Siswa
dengan tegas tidak bisa dinaikkan kelas.
c.
Siswa
yang meragukan, artinya ada kemungkinan naik atau tidak.
Prakeputusan-prakeputusan
dalam proses penjurusan diantaranya sebagai berikut:
a.
Siswa
dengan tegas dijuruskan ke suatu jurusan tertentu.
b.
Siswa
yang meragukan untuk dijuruskan.
c.
Siswa
tidak dapat dijuruskan ke semua jurusan.
d.
Siswa
yang serba bisa dijuruskan ke jurusan mana saja.
Saran-saran
yang digunakan dalam pemecahan masalah kenaikan kelas dan penjurusan,
diantaranya:
a.
Data
yang lengkap dan objektif tentang siswa.
b.
Peranan
BP.
c.
Sikap
guru yang sewajarnya.
7.
Perpindahan
Siswa.
Perpindahan
siswa biasa juga disebut dengan istilah mutasi siswa dan memiliki dua
pengertian:
a.
Perpindahan
siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis.
b.
Perpindahan
siswa dari suatu jenis progam ke jenis progam lain.
Perpindahan
siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis telah dibicarakan pada
waktu pembahasan siswa baru. Perpindahan jenis ini pada hakekatnya ialah
perpindahan wilayah atau tempat.
Persayaratan-persyaratan
perpindahan dari suatu progam ke progam yang lain, diantaranya:
a.
Siswa
harus telah mengikuti progam yang telah dipilih sekurang-kurangnya satu
semester.
b.
Siswa
harus memenuhi persyaratan jumlah kredit yang dituntut untuk progam yang
dituju.
c.
Siswa
harus mempunyai keyakinan penuh bahwa progam baru lebih sesuai dengan kemampuan
dan minatnya.
d.
Perpindahan
progam harus mendapat persetujuan orang tua atau wali siswa yang bersangkutan.
8.
Kelulusan
dan Alumni.
Proses
kelulusan adalah progam paling akhir manajemen kesiswaan. Kelulusan adalah
pernyataan dari sekolah sebagai suatu lembaga tentang telah diselesaikannya progam
pendidikan yang harus diikuti oleh siswa. setelah siswa selesai mengikuti
seluruh progam pendidikan di suatu sekolah, dan berhasil lulus dalam EBTA, maka
kepadanya diberikan surat keterangan atau sertifikat, yang umumnya disebut
ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
9.
Kegiatan
Ekstra Kelas.
Adalah kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan sekolah, namun pelaksanaannya di luar jam-jam
pelajaran resmi. Kegitan ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.
Kegiatan
ekstra kurikuler.
Kegiatan
pelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran biasa. Misalnya: olahraga,
kesenian, keterampilan, dan kepramukaan.
2.
Kegiatan
ko kurikuler.
Dilaksanakan
dalam berbagai bentuk. Misalnya: KKN untuk tingkat mahasiswa.
10.
Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS).[6]
Di sekolah menengah
biasanya terdapat suatu organisasi murid. Murid-murid memilih di antara mereka
orang-orang yang mewakili mereka, dan para wakil ini menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan dan hal-hal lain bagi kesejahteraan seluruh murid di sekolah
mereka.
1.
Maksud-maksud
umum yang hendak dicapai oleh kepala sekolah melalui organisasi ini adalah:
a.
Untuk
mengijinkan murid ikut serta dalam perencanaan dan pengelolaan
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
b.
Untuk
mengembangkan tanggung jawab, inisiatif, kepemimpinan, dan kebanggaan terhadap
sekolah di pihak murid.
c.
Untuk
memajukan kesejahteraan sekolah melalui hubungan staf sekolah-murid yang
harmonis.
d.
Untuk
memajukan pendidikan kewargaan negara dalam hidup sekolah.
e.
Untuk
memajukan kesejahteraan umum.
f.
Untuk
membantu kepala sekolah dan stafnya dalam manajemen intra sekolah.
2.
Faktor
yang menyebabkan pentingnya organisasi sekolah yang baik
a.
Agar
tersusun pola kegiatan yang tertuju kepada tercapainya tujuan-tujuan bersama
dari pada kelompok.
b.
Kepala
sekolah didudukkan di tempat yang paling atas.
c.
Karena
tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai-pegawai tata usaha,
pesuruh dan penjaga sekolah.
d.
Agar
pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata kepada semua orang sesuai
dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing.
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi susunannya.
a.
Besar-kecilnya
sekolah
b.
Letak
sekolah
c.
Jenis
dan tingkat sekolah
4.
Kualifikasi
anggota organisasi.
Kualifikasi
bagi keanggotaan dalam dewan murid biasanya ditetapkan dalam kebijaksanaan
sekolah. Pada umumnya, seorang anggota dewan hendaknya memiliki kualifikasi
sebagai berikut:
a.
Ia
harus seorang anggota sekolah.
b.
Ia
hendaknya seorang warga sekolah yang baik.
c.
Ia
hendaknya cakap untuk mewakili teman-temannya dan memiliki kepercayaan mereka.
d.
Ia
hendaknya cakap untuk bekerja dengan murid-murid lain.
e.
Ia
hendaknya memiliki sifat-sifat bagi kepemimpinan yang efektif.
Tujuan, Fungsi dan Prinsipnya[7]
Tujuan manajemen kesiswaan adalah
mengatur kegiatan-kegiatan siswa agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang
proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah); lebih lanjut, proses
pembelajaran di lembaga tersebut (sekolah) dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan
tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Fungsi manajemen kesiswaan adalah
sebagai wahana bagi siswa untuk mengembangkan diri se-optimal mungkin, baik
yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosial, aspirasi,
kebutuhan dan segi-segi potensi siswa lainnya. Agar tujuan dan fungsi manajemen
kesiswaan dapat tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pelaksaannya. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Dalam
pengembangan progam manajemen kesiswaan, penyelenggara harus mengacu pada
peraturan yang berlaku pada saat progam dilaksanakan.
2.
Manajemen
kesiswaan dipandang sebagai bagian keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena
itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan mendukung terhadap tujuan
manajemen sekolah secara keseluruhan.
3.
Segala
bentuk kegiatan manajemen kesiswaan haruslah mengemban misi pendidikan dan
dalam rangka mendidik siswa.
4.
Kegiatan-kegiatan
manajemen kesiswaan haruslah diupayakan untuk mempersatukan siswa yang
mempunyai keragaman latar belakang dan punya banyak perbedaan.
Perbedaan-perbedaan yang ada pada siswa tidak diarahkan bagi munculnya konflik
diantara mereka melainkan justru untuk mempersatukan, saling memahami dan
saling menghargai. Sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang
secara optimal.
5.
Kegiatan
manajemen kesiswaan haruslah dipandang sebagai pengaturan terhadap pembimbingan
siswa.
6.
Kegiatan
manajemen kesiswaan haruslah dipandang mendorong dan memacu kemandirian siswa. Prinsip
kemandirian akan bermanfaat tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga
ketika sudah terjun ke masyarakat.
7.
Kegiatan
manajemen kesiswaan haruslah fungsional bagi kehidupan siswa, baik di sekolah
lebih-lebih di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah.
2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Ed. Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Purwantoro,
Ngalim, dkk. 1986. Manajemen Pendidikan. Cetakan Kesebelas. Jakarta:
Mutiara Sumber Widya.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soekamto. 1982. Pengantar Operasional
Manajemen Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sutikno, M. Sobry. 2012. Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis
Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Uum dan Islam). Cetakan
Pertama. Lombok: Holistica.
Sutisna, Oteng.
1987. Manajemen Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional.
Bandung: Angkasa.
Tim Dosen
Jurusan Manajemen Pendidikan FIP IKIP Malang. 1989. Manajemen Pendidikan. Cetakan
Kedua. Malang: IKIP Malang.
Tim Dosen
Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2011. Manajemen Pendidikan. Cetakan Keempat.
Bandung: Alfabeta.
[1]Hendyat
Soetopo dan Wasty Soekamto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.
(Surabaya: Usaha Nasional, 1982). Hal. 98.
[2] M. Sobry
Sutikno, Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan
yang Unggul (Tinjauan Uum dan Islam), Cetakan Pertama, (Lombok: Holistica,
2012), Hal. 76.
[3]Tim
Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi
Pendidikan, Cetakan Kedua, (Malang: IKIP Malang, 1989). Hal. 89-132
[4]Hendyat
Soetopo dan Wasty Soekamto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1982). Hal. 99.
[5]
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Ed. Revisi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), Hal. 88-89.
[6]M.
Ngalim Purwantoro, Dkk., Administrasi Pendidikan, Cet Kesebelas.
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986). Hal. 111-112.
[7] Tim
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen
Pendidikan, Cetakan Keempat, (Bandung: Alfabeta, 2011), Hal. 206.
No comments:
Post a Comment