Wednesday 30 January 2013

PERAN MANAJEMEN KESISWAAN DALAM SEBUAH LEMBAGA

Pendahuluan
Sebelum mendalam makna manajemen kesiswaan, kita harus tahu dengan pasti pengertian manajemen secara luas. Dengan memahami pengertian manajemen yang sebenarnya kita membuang jauh-jauh tentang gambaran manajemen yang merupakan sekedar pekerjaan tulis-menulis di kantor, kita harus menggambarkan manajemen sebagai proses penyelenggaraan suatu usaha kerjasama secara menyeluruh.
Dengan demikian dapat kami jelaskan bahwa manajemen kesiswaan adalah merupakan suatu penataan atau pengaturan segala aktifitas yang berkaitan dengan siswa, yaitu mulai dari masuknya siswa sampai dengan keluarnya siswa tersebut dari suatu sekolah atau suatu lembaga. Jadi jelaslah bahwa yang diatur adalah siswanya[1]. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua pengaturan yang berhubungan dengan siswa digarap oleh manajemen kesiswaan. Penggarapan kesiswaan adakalanya termasuk ke dalam manajemen kurikulum.[2]

Identifikasi kegiatan mengatur siswa
Manajemen siswa sebagai salah satu substansi problem dari manajemen secara keseluruhan tediri dari beberapa kegiatan mengatur siswa[3]. Kegiatan mengatur siswa tersebut mencakup:
1.      Perencanaan Kesiswaan
Dalam bagian perencanaan kesiswaan ini akan diutarakan dua hal yaitu:
a.       Sensus sekolah
Yang dimaksud dengan sensus sekolah adalah pencatatan anak usia sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah atau calon siswa. Dengan demikian sensus sekolah untuk sekolah dasar adalah anak-anak yang akan masuk sekolah dasar dan sebagainya.
Pencatatan anak usia sekolah atau calon siswa merupakan slah satu komponen penting dalam perencanaan pendidikan. Dengan data yang diperoleh dari sensus sekolah akan dapat ditetapkan:
1.      Jumlah dan lokasi sekolah.
2.      Batas daerah penerimaan siswa disuatu sekolah.
3.      Jumlah fasilitas transportasi.
4.      Layanan progam pendidikan.
5.      Fasilitas pendidikan bagi anak-anak penderita cacat.
6.      Laju pertumbuhan penduduk, khususnya anak-anak usia sekolah di daerah sekitar sekolah.
b.      Penentuan jumlah siswa yang diterima.
Berapa jumlah calon siswa yang akan diterima di suatu sekolah itu sangat bergantung pada jumlah kelas atau fasilitas tempat duduk yang tersedia. Prakiraan jumlah siswa yang akan diterima bisa dibuat berdasarkan prakiraan siswa yang akan meninggalkan sekolah. Sebagian besar siswa yang akan meninggalkan sekolah ialah siswa-siswa yang duduk di kelas terakhir, dan sedikit atau bahkan mungkin tidak ada dari kelas-kelas di bawahnya.
Penerimaan siswa baru pada umumnya hanya untuk kelas permulaan (kelas satu). Tetapi ini tidak terjadi penerimaan baru untuk kelas-kelas dua atau tiga. Sehingga untuk memperkirakan berapa jumlah siswa baru yang akan diterima, tinggal menghitung saja berapa siswa kelas terakhir yang akan meninggalkan sekolah. Jika kelas terakhir sejumlah lima kelas, maka secara mudah bisa ditentukan bahwa jumlah siswa baru yang akan diterima juga lima kelas. Selama tidak ada perubahan-perubahan atau pengembangan sekolah, maka cara menghitung di atas bisa dipakai.
Namun perlu diperhatikan pula siswa-siswa yang tinggal atau mengulang. Jika jumlah siswa yang mengulang ini tidak banyak, maka hal ini tidak mengganggu. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka hal ini harus ikut diperhitungkan dalam membuat perencanaan. Karena hal ini sangat berpengaruh pada jumlah kelas maupun jumlah siswa baru yang akan diterima.
2.      Penerimaan Siswa Baru.[4]
Dalam pembahasan masalah penerimaan siswa baru ini akan dibicarakan tentang hal-hal berikut:
1.      Kebijakan dalam penerimaan siswa baru.
Dalam rangka kegiatan penerimaan siswa baru ini ada beberapa kebijakan yang wajib diperhatikan, karena kebijakan-kebijakan tersebut akan menjadi landasan kerja dalam pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru. Pada umumnya pedoman-pedoman itu berhubungan dengan hal-hal berikut:
a.       Masalah teknik pelaksanaan.
b.      Masalah waktu.
c.       Masalah persyaratan.
d.      Masalah teknis manajemen.
2.      Sistem penerimaan siswa baru.
Yang dimaksud dengan sistem dalam pengertian disini adalah cara-cara atau teknik-teknik yang digunakan untuk menyeleksi siapa-siapa di antara para calon siswa yang akan diterima sebagai siswa baru. Adapun cara-cara seleksi yang bisa digunakan yaitu:
a.       Ujian atau tes.
b.      Penelusuran bakat dan kemampuan.
c.       Berdasarkan hasil EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir).
d.      Pindah sekolah.
3.      Orientasi siswa baru.
Adalah kegiatan yang merupakan salah satu bagian dalam rangka proses peneriamaan siswa baru. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk kegiatan ini yaitu, diantaranya:
a.       Orientasi Siswa (OS).
b.      Pekan Orientasi Studi (POS).
c.       Orientassi Progam Studi dan Pengenalan Kampus (OPSPEK).
3.      Pengelompokan Siswa.
Pengelompokan siswa diadakan dengan maksud agar pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar di sekolah bisa berjalan lancar, tertib, dan bisa tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah diprogamkan. Ada beberapa jenis pengelompokan siswa, diantaranya:
a.       Pengelompokan dalam kelas-kelas.
b.      Pengelompokan berdasarkan bidang studi.
c.       Pengelompokan berdasarkan spesialisasi.
d.      Pengelompokan dalam sistem kredit.
e.       Pengelompokan berdasarkan kemampuan.
f.       Pengelompokan berdasarkan minat.
4.      Kehadiran Siswa di Sekolah.
Kehadiran dan ketidakhadiran siswa di sekolah merupakan masalah penting dalam pengelolaan siswa di sekolah, karena hal ini sangat erat hubungannya dengan prestasi belajar siswa. Di samping itu juga merupakan gambaran tentang ketertiban suatu sekolah. Sehingga tidak mengherankan apabila ditetapkan sebagai aturan.
Faktor-faktor penyebab ketidakhadiran siswa di sekolah, diantaranya:
a.       Faktor kesehatan.
b.      Faktor non kesehatan.
Sumber-sumber ketidakhadiran siswa di sekolah, diantaranya:
a.       Lingkungan sekolah
-          Suasana sekolah yang kurang menarik.
-          Letak geografis.
-          Sarana pendidikan.
-          Tarikan uang.
b.      Lingkungan keluarga/rumah tangga[5]
-          Orang tua yang selalu sibuk, jadi kurang dapat perhatian.
-          Situasi ekonomi keluarga yang terlalu buruk.
-          Sikap orang tua yang terlalu memanjakan anak.
-          Orang tua yang sering mengajak anaknya bepergian.
-          Keluarga yang kurang harmonis (broken home).
c.       Lingkungan masyarakat.
-          Kebiasaan dalam masyarakat.
-          Bencana alam.
-          Perayaan atau upacara-upacara.
d.      Lingkungan siswa.
-          Sifat malas pada anak.
-          Anak membolos karena pengaruh teman.
-          Sering dihukum karena sering melanggar tata tertib sekolah.
-          Prestasi rendah dan sering mengalami kegagalan.
-          Sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah.
5.      Pembinaan Disiplin Siswa.
Masalah disiplin merupakan suatu masalah penting yang dihadapi sekolah-sekolah sekarang ini. Bahkan sering hal itu digunakan sebagai barometer pengukur kemampuan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya.
Konsepsi-konsepsi yang digunakan sebagai dasar disiplin kelas adalah sebagai berikut:
a.       Kekerasan otariter.
Disini guru harus bersikap keras supaya siswa berdisiplin, padahal hal itu bukan disiplin melainkan tekanan.
b.      Kebebasan liberal.
Disini siswa diberi kebebasan dan keleluasaan. Tapi pada umumnya siswa belum mampu mengendalikan perasaan dan belum mampu bersikap positif serta bertanggung jawab dalam menggunakan hal itu.
c.       Kebebasan yang terkendali.
Disini sisawa diberi kebebasan, namun bimbingan dan pengawasan masih tetap dilaksanakan. Supaya mereka menyadari bahwa kebebasan adalah suatu karunia yang merupakan hak asasi manusia dan tidak seharusnya disalahgunakan.
Teknik pembinaan disiplin kelas yang dapat digunakan oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
a.       Teknik pengendalian dari luar.
Yaitu pengendalian dari luar, yang berupa bimbingan dan penyuluhan. Sering external control dalam arti pengawasan perlu diperketat, namun hendaklah secara kemanusiaan.
b.      Teknik pengendalian dari dalam.
Yaitu menumbuhkan kesadaran akan disiplin dalam diri siswa, diharapkan supaya mereka dapat mengendalikan dirinya sendiri.
c.       Teknik pengendalian kooperatif.
Yaitu adanya kesadaran akan tujuan bersama antara guru dan siswa sebagai pengendali atas terwujudnya disiplin kelas yang baik.
6.      Kenaikan Kelas dan Penjurusan.
Masalah-masalah yang akan timbul berkaitan dengan kenaikan kelas dan penjurusan, sangat erat hubungannya. Masalah-masalah yang timbul sebagai akibat keputusan-keputusan dalam hal kenaikan kelas, sebagian besar adalah sama dengan masalah-masalah yang timbul sebagai akibat keputusan-keputusan dalam hal penjurusan siswa.
Prakeputusan-prakeputusan yang berhubungan dengan kenaikan kelas diantaranya adalah:
a.       Siswa dengan tegas bisa dinaikkan kelas.
b.      Siswa dengan tegas tidak bisa dinaikkan kelas.
c.       Siswa yang meragukan, artinya ada kemungkinan naik atau tidak.
Prakeputusan-prakeputusan dalam proses penjurusan diantaranya sebagai berikut:
a.       Siswa dengan tegas dijuruskan ke suatu jurusan tertentu.
b.      Siswa yang meragukan untuk dijuruskan.
c.       Siswa tidak dapat dijuruskan ke semua jurusan.
d.      Siswa yang serba bisa dijuruskan ke jurusan mana saja.
Saran-saran yang digunakan dalam pemecahan masalah kenaikan kelas dan penjurusan, diantaranya:
a.       Data yang lengkap dan objektif tentang siswa.
b.      Peranan BP.
c.       Sikap guru yang sewajarnya.
7.      Perpindahan Siswa.
Perpindahan siswa biasa juga disebut dengan istilah mutasi siswa dan memiliki dua pengertian:
a.       Perpindahan siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis.
b.      Perpindahan siswa dari suatu jenis progam ke jenis progam lain.
Perpindahan siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis telah dibicarakan pada waktu pembahasan siswa baru. Perpindahan jenis ini pada hakekatnya ialah perpindahan wilayah atau tempat.
Persayaratan-persyaratan perpindahan dari suatu progam ke progam yang lain, diantaranya:
a.       Siswa harus telah mengikuti progam yang telah dipilih sekurang-kurangnya satu semester.
b.      Siswa harus memenuhi persyaratan jumlah kredit yang dituntut untuk progam yang dituju.
c.       Siswa harus mempunyai keyakinan penuh bahwa progam baru lebih sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
d.      Perpindahan progam harus mendapat persetujuan orang tua atau wali siswa yang bersangkutan.
8.      Kelulusan dan Alumni.
Proses kelulusan adalah progam paling akhir manajemen kesiswaan. Kelulusan adalah pernyataan dari sekolah sebagai suatu lembaga tentang telah diselesaikannya progam pendidikan yang harus diikuti oleh siswa. setelah siswa selesai mengikuti seluruh progam pendidikan di suatu sekolah, dan berhasil lulus dalam EBTA, maka kepadanya diberikan surat keterangan atau sertifikat, yang umumnya disebut ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
9.      Kegiatan Ekstra Kelas.
Adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan sekolah, namun pelaksanaannya di luar jam-jam pelajaran resmi. Kegitan ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.      Kegiatan ekstra kurikuler.
Kegiatan pelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran biasa. Misalnya: olahraga, kesenian, keterampilan, dan kepramukaan.
2.      Kegiatan ko kurikuler.
Dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Misalnya: KKN untuk tingkat mahasiswa.
10.  Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).[6]
Di sekolah menengah biasanya terdapat suatu organisasi murid. Murid-murid memilih di antara mereka orang-orang yang mewakili mereka, dan para wakil ini menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dan hal-hal lain bagi kesejahteraan seluruh murid di sekolah mereka.
1.      Maksud-maksud umum yang hendak dicapai oleh kepala sekolah melalui organisasi ini adalah:
a.       Untuk mengijinkan murid ikut serta dalam perencanaan dan pengelolaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
b.      Untuk mengembangkan tanggung jawab, inisiatif, kepemimpinan, dan kebanggaan terhadap sekolah di pihak murid.
c.       Untuk memajukan kesejahteraan sekolah melalui hubungan staf sekolah-murid yang harmonis.
d.      Untuk memajukan pendidikan kewargaan negara dalam hidup sekolah.
e.       Untuk memajukan kesejahteraan umum.
f.       Untuk membantu kepala sekolah dan stafnya dalam manajemen intra sekolah.
2.      Faktor yang menyebabkan pentingnya organisasi sekolah yang baik
a.       Agar tersusun pola kegiatan yang tertuju kepada tercapainya tujuan-tujuan bersama dari pada kelompok.
b.      Kepala sekolah didudukkan di tempat yang paling atas.
c.       Karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai-pegawai tata usaha, pesuruh dan penjaga sekolah.
d.      Agar pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata kepada semua orang sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing.
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi susunannya.
a.       Besar-kecilnya sekolah
b.      Letak sekolah
c.       Jenis dan tingkat sekolah
4.      Kualifikasi anggota organisasi.
Kualifikasi bagi keanggotaan dalam dewan murid biasanya ditetapkan dalam kebijaksanaan sekolah. Pada umumnya, seorang anggota dewan hendaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut:
a.       Ia harus seorang anggota sekolah.
b.      Ia hendaknya seorang warga sekolah yang baik.
c.       Ia hendaknya cakap untuk mewakili teman-temannya dan memiliki kepercayaan mereka.
d.      Ia hendaknya cakap untuk bekerja dengan murid-murid lain.
e.       Ia hendaknya memiliki sifat-sifat bagi kepemimpinan yang efektif.

Tujuan, Fungsi dan Prinsipnya[7]
Tujuan manajemen kesiswaan adalah mengatur kegiatan-kegiatan siswa agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah); lebih lanjut, proses pembelajaran di lembaga tersebut (sekolah) dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Fungsi manajemen kesiswaan adalah sebagai wahana bagi siswa untuk mengembangkan diri se-optimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosial, aspirasi, kebutuhan dan segi-segi potensi siswa lainnya. Agar tujuan dan fungsi manajemen kesiswaan dapat tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksaannya. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Dalam pengembangan progam manajemen kesiswaan, penyelenggara harus mengacu pada peraturan yang berlaku pada saat progam dilaksanakan.
2.      Manajemen kesiswaan dipandang sebagai bagian keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan mendukung terhadap tujuan manajemen sekolah secara keseluruhan.
3.      Segala bentuk kegiatan manajemen kesiswaan haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik siswa.
4.      Kegiatan-kegiatan manajemen kesiswaan haruslah diupayakan untuk mempersatukan siswa yang mempunyai keragaman latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada siswa tidak diarahkan bagi munculnya konflik diantara mereka melainkan justru untuk mempersatukan, saling memahami dan saling menghargai. Sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal.
5.      Kegiatan manajemen kesiswaan haruslah dipandang sebagai pengaturan terhadap pembimbingan siswa.
6.      Kegiatan manajemen kesiswaan haruslah dipandang mendorong dan memacu kemandirian siswa. Prinsip kemandirian akan bermanfaat tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat.
7.      Kegiatan manajemen kesiswaan haruslah fungsional bagi kehidupan siswa, baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.


DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. 2005.  Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.  Ed. Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Purwantoro, Ngalim, dkk. 1986. Manajemen Pendidikan. Cetakan Kesebelas. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Soetopo, Hendyat dan Wasty Soekamto. 1982. Pengantar Operasional Manajemen Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sutikno, M. Sobry. 2012. Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Uum dan Islam). Cetakan Pertama. Lombok: Holistica.

Sutisna, Oteng. 1987. Manajemen Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.

Tim Dosen Jurusan Manajemen Pendidikan FIP IKIP Malang. 1989. Manajemen Pendidikan. Cetakan Kedua. Malang: IKIP Malang.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2011.  Manajemen Pendidikan. Cetakan Keempat. Bandung: Alfabeta.




[1]Hendyat Soetopo dan Wasty Soekamto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1982). Hal. 98.
[2] M. Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Uum dan Islam), Cetakan Pertama, (Lombok: Holistica, 2012), Hal. 76.
[3]Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan, Cetakan Kedua, (Malang: IKIP Malang, 1989). Hal. 89-132

[4]Hendyat Soetopo dan Wasty Soekamto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982). Hal. 99.

[5] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Ed. Revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Hal. 88-89.
[6]M. Ngalim Purwantoro, Dkk., Administrasi Pendidikan, Cet Kesebelas. (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986). Hal. 111-112.

[7] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, Cetakan Keempat, (Bandung: Alfabeta, 2011), Hal. 206.

No comments:

Post a Comment

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...