Thursday 14 February 2013

KAIDAH-KAIDAH ASASI DALAM PENDIDIKAN


Pendahuluan
Islam dengan kaidah-kaidah hukum yang menyeluruh dan sempurna serta dengan prinsip-prinsip pendidikannya yang langgeng, telah meletakkan solusi dan metode untuk menumbuhkan kepribadian anak dari sisi akidah, akhlak, fisik, akal, mental, dan sosialnya. Prinsip-prinsip dan metode-metode tersebut (sebagaimana yang telah anda lihat) adalah prinsip-prinsip yang mudah dilaksanakan. Jika para pendidik dapat menerapkannya dalam membentuk generasi-generasi penerus dan mendidik masyarakat dan bangsa, pastilah satu bangsa akan tergantikan oleh bangsa yang baik, satu generasi akan diteruskan oleh generasi yang baik. Mereka berakidah kuat, berakhlak luhur, fisik kuat, akal yang matang, dan beretika yang indah. Mereka bahagia dengan keagungan, kejayaan, dan kekekalan sirah para pendahulu mereka dan kemuliaannya, yaitu para shahabat dan tabi’in.

Sebelum kita masuk pada pembahasan kaidah-kaidah yang harus dijadikan sandaran para pendidik dalam membentuk kepribadian anak dan mempersiapkannya menjadi manusia yang utuh dalam menjalani kehidupan, alangkah baiknya kiata bahas secara singkat sifat-sifat asasi yang harus dimiliki oleh pendidik agar pengaruhnya terhadap anak dan respons anak terhadapnya lebih kuat.
1.     Sifat-sifat Asasi Pendidik[1]
A.   Ikhlas
Seorang pendidik harus mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam setiap melakukan tugas pendidikannya, baik dalam bentuk perintah, larangan, memberikan nasihat, perhatian, maupun hukuman. Buah manis yang bisa ia dapatkan dari keikhlasannya adalah berupa keistiqomahannya dalam menjalankan manhaj pendidikan, dapat terus mengikuti dan mengawasi proses pendidikan anak secara kontinu, selain mendapatkan pahala dari Allah, keridhaanNya, dan tempat yang luhur di surga.
Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah salah satu asas iman dan tuntutan Islam, karena Allah tidak akan menerima amal apapun jika tanpa keikhlasan. Allah telah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ. (سورة البينة: 5)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” [QS. Al-Bayyinah: 5].
Rasulullah SAW bersabda:
إنّما الأعمال بالنيّات وإنّما لكلّ امرئ ما نوى. (متفق عليه)
     “Sesungguhnya setiap amalan/pekerjaan itu bergantung pada niatnya, dan tiap orang itu akan mendapatkan apa yang ia niatkan. [HR. Bukhari dan Muslim].
Jadi, seorang pendidik itu harus memiliki niat ikhlas karena Allah dan mengharap ridha-Nya dalam melaksanakan kewajibannya, agar diterima di sisi Allah dan dicintai oleh anak-anak dan murid-muridnya.

B.   Takwa
Sifat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah takwa. Yaitu, sebagaimana yang telah didefinisikan oleh para ulama “Bagaimana agar Allah tidak melihat kamu melakukan apa yang dilarang-Nya dan tidak meninggalkan apa yang apa yang diperintahkan-Nya.”
Atau sebagaimana yang dikatakan ulama lain, “Mengapa diri dari Allah dengan amal shalih serta merasa takut kepada-Nya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan.”
Dari kedua defenisi tersebut dapat diambil sebuah arti menjaga diri dari siksa Allah dengan perasaan selalu diawasi Allah dan menjalankan aturan-Nya baik ketika sendirian maupun keramaian. Selain itu juga selalu berusaha untuk mencari yang halal dan menjauhi yang haram.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (سورة آل عمران: 102).
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” [QS. Ali-Imran: 102].
Diriwayatkan dari Anas Radhiallahu anh bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wasallam bersabda:
اتّق الله حيثما كنت، وأتبع السّيّئة الحسنة تمحها، وخالق النّاس بخلق حسن. (رواه أحمد والحاكم والترمذى).
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan, kebaikan pasti akan menghapus kejelekan. Dan berakhlaklah kepada orang-orang dengan akhlak yang baik. [HR. Ahmad, Al-Hakim, dan At-Tirmidzi].
Dan pendidik termasuk ke dalam perintah sebagai orang yang diprioritaskan. Hal ini dikarenakan, ia menjadi teladan bagi orang yang melihat dan mengambil contoh kepada perilakunya, selain sebagai penanggung jawab pertama pendidikan anaknya yang berdiri di atas asas keimanan dan ajaran Islam.
Sudah bisa dipastikan bahwa ketika pendidik tidak memiliki ketakwaan dan berpegang teguh kepada aturan Islam dalam berperilaku dan muamalah, maka anak akan tumbuh dalam penyimpangan, kerusakan, kesesatan, dan kejahilan. Mengapa? Karena, pendidik yang bertanggung jawab atasa pendidikannya telah tercemar dengan kemungkaran, tenggelam di dalam syahwat, dan sikap hedonis. Sehingga anak pun tumbuh tanpa ada rasa takut kepada Allah, tidak memiliki rasa selalu diawasi Allah, dan di dalam kamus nuraninya tidak ada kata menahan diri. Secara otomatis anak pun tumbuh dalam penyimpangan.
Maka dari itu, para pendidik haruslah memahami hakikat ini, jika mereka menginginkan kebaikan untuk anak dan murid mereka di dunia dan akhirat.

C.   Ilmu pengetahuan
Semua sepakat bahwa pendidik haruslah seorang yang memiliki pengetahuan mengenai pokok-pokok pendidikan yang telah digariskan dalam syariat Islam, menguasai perkara-perkara yang halal dan haram, menguasai prinsip-prinsip akhlak, dan memahami secara global aturan-aturan Islam dan kaidah-kaidah syariah. Mengapa? Karena, memahami semua ini dapat menjadikan pendidik meletakkan segala hal pada tempatnya secara bijak, mendidik anak sesuai dengan pokok-pokok pendidikan dan tuntutan-tuntutannya, serta berjalan di atas jalan ishlah yang berdiri di atas asa yang kuat dari ajaran Al-Qur’an, tuntunan Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan teladan para generasi awal yang shalih dari kalangan shahabat dan yang mengikuti kebaikan mereka setelahnya.
Sebaliknya, jika pendidik bodoh maka anak bisa memiliki psikologis yang rumit, akhlaak yang menyimpang, dan lemah dalam bersosialisasi. Ia menjadi manusia yang tidak berguna dan tidak dipandang dari sudut mana pun dalam kehidupan. Alasannya, karena yang tidak memiliki apa pun tidak akan bisa memberi apa pun. Maka dari itu, apa yang bisa diberikan ayah kepada anaknya jika ia tidak memiliki pengetahuan? Bukankah tidak sedikit anak yang menjadi sengsara, gara-gara pendidik tidak mengetahui hukum syariah. Padahal ini adalah tanggung jawab yang berat untuk dipertanggung jawabkan di hadapan Allh kelak.
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ. (سورة الصفات: 24).
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena Sesungguhnya mereka akan ditanya.” [QS. Ash-Shaffat: 24].

Yaitu, pada hari yang tidak lagi berguna anak dan harta. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang mengatakan:

Janganlah mengambil ilmu pengetahuan kecuali dari cerdik cendekiawan.
Dengan ilmu pengetahuan kita hidup, dengan jiwa raga kita dapatkan ilmu pengetahuan.
Sementara orang-orang bodoh maka janganlah mendekati mereka.
Karena mereka akan menyesatkan orang yang mengikutinya dengan menutup mata.

Oleh karenanya, syarat Islam memberi perhatian yang besar dalam hal memotivasi umat untuk menjadi insane yang berilmu. Telah banyak ayat dan hadits yang berisikan perintah mencari ilmu.
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# . (الزمر: 9)
 “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” [QS. Az-Zumar: 9].
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan..” [Al-Mujaadilah: 11]

Maka yang harus dilakukan pendidik setelah mengetahui hal ini adalah membekali diri dengan pengetahuan yang bermanfaat dan manhaj pendidikan yang baik.

D.   Santun/Pemaaf
Sifat lain yang dapat membantu dalam keberhasilan pendidikan adalah sikap santun. Melalui sifat inilah anak akan tertarik kepada gurunya dan mengikuti semua perkataannya. Dengan perantara sifat ini juga, anak akan berperilaku baik dan menjauhi perilaku yang tidak terpuji.
Oleh karenanya, Islam mendorong untuk memiliki sifat santun dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ  
“ (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [QS. Ali-Imran: 134]
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚ̍ôãr&ur Ç`tã šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ  
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” [QS. Al-A’raf: 199]
إنّ الله رفيقٌ يحبّ الرفقَ في الأمر كلِّه. (متفق عليه)
“Sesungguhnya Allah Maha Lemah-lembut yang mencintai kelemah-lembutan dalam setiap urusan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Maksud dari lemah lembut disini adalah menahan diri ketika marah dan tidak emosi saat sedang meluruskan anak ketika melakukan kesalahan.
Maka dari itu, jika pendidik melihat kondisi menuntut untuk memberikan hukuman teguran atau pukulan kepada anak, maka pendidik tidak boleh melalaikannya, agar anak dapat berubah menjadi baik. Barangsiapa yang diberi kebijaksanaan, maka ia telah diberi banyak kebaikan.

E.   Menyadari tanggung jawab
Hal yang harus disadari dengan baik oleh pendidik adalah menyadari tanggung jawab besar dalam mendidik anak dari sisi keimanan, perilaku, fisik, mental, akal dan sosialnya. Kesadaran ini akan selalu mendorong pendidik untuk selalu memperhatikan dan mengawasi anak, mengarahkannya, membiasakan kebaikan kepadanya, dan mendisiplinkannya.
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur $pköŽn=tæ ( Ÿw y7è=t«ó¡nS $]%øÍ ( ß`øtªU y7è%ãötR 3 èpt6É)»yèø9$#ur 3uqø)­G=Ï9 ÇÊÌËÈ  
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [QS. Thaha: 132]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS. At-Thahrim: 6]


إنّ الله سائلٌ كلّ راعٍ عمّا استرعاهُ حفظَ أمْ ضَيَّعَ.
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap pemimpin atas tanggung jawab yang diberikan kepadanya, apakah ia menjaganya atau menyia-nyiakannya.” [HR. Ibnu Hibban]

Pengaruh Komunikasi Orang Tua
Dorothy Law Nolte dalam puisinya yang indah berjudul “Anak Belajar Dari Kehidupan”, secara lugas telah menggambarkan bagaimana pengaruh orang tua dalam membentuk kepribadian anak dalam keluarga, seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu. Baiklah puisi itu dikutip kembali disini untuk menyegarkan ingatan.
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Puisi diatas memberikan suatu isyarat bahwa berbagai bentuk sikap dan perilaku yang ditampakkan oleh orang tua kepada anak dalam kehidupan sehari-hari memberikan pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi jiwa anak. Hal ini terlihat dari berbagai bentuk sikap dan emosi yang juga diperlihatkan oleh anak dalam keluarga sebagai akibat dari pengaruh keteladanan dan kebiasaan sehari-hari yang ditunjukkan oleh orang tua. Ternyata keteladanan dan kebiasaan dalam bersikap dan berperilaku yang ditunjukkan atau diberikan oleh orang tua kepada anak memberikan bekas pada jiwa anak, yang pada gilirannya akan membentuk kepribadian anak.[2]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran seorang pendidik keluarga atau orang tua sangatlah penting dan memiliki pengaruh yang sangat urgen bagi anak. Bila anak melihat sikap dan perilaku yang kurang baik pada diri orang tua maka tidak menutup kemungkinan kalau dia akan menjadi orang yang tidak baik. Begitu juga sebaliknya, bila orang tua memberikan sikap dan perilaku yang baik maka anak pula akan menjadi orang yang baik.
Peran Strategis Ayah-Ibu dalam Mengembangkan Karakter Sukses Anak
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang dalam suatu keluarga pengasuhan anak tidak hanya dilakukan oleh ayah-ibunya. Akan tetapi, terdapat anggota keluarga lain turut mengambil peranan dalam mengasuh dan mendidik anak. Apabila pola pengasuhan senada atau paling tidak selaras, tentunya hal itu tidak akan menimbulkan permasalahan.
Namun, yang membuat permasalahan adalah apabila adanya keterlibatan orang lain dalam satu keluarga yang turut mengasuh anak tersebut menerapkan pola pengasuhan anak yang berbeda-beda antara satu dan yang lain. Lebih repot lagi jika pola pengasuhan anak yang diterapkan kepada anak bertentangan satu dengan yang lainnya, tentu akan memancing terjadinya permasalahan, baik pada anak yang bersangkutan maupun pada orang lain.
Oleh karena itu, Mukti Amin mengemukakan bahwa keberhasilan mengasuh dan mendidik anak agar berkarakter sukses perlu diperhatikan adanya berbagai faktor penentu: keterlibatan ayah-ibu dan anggota keluarga lain, seperti kakek-nenek, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Setidaknya, ada tiga peran utama yang diemban oleh ayah-ibu dalam upaya mengembangkan karakter sukses pada anak. Pernyataan itu seperti dikemukakan oleh Gunadi berikut.[3]
1.     Ayah-ibu berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Tanpa adanya ketenteraman, akan sukar bagi anak untuk belajar apa pun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya. Ketegangan atau ketakutan adalah wadah yang buruk bagi perkembangan karakter anak.
2.     Ayah-ibu menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orang tua yang diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak.
3.     Mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik (karakter sukses) dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya.









DAFTAR PUSTAKA
Bahri Djamarah, Syamsul. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga: Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Taufiq Andrianto, Tuhana. 2011. Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber. Ceatakan Pertama. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
‘Ulwan, Abdullah Nashih. 2012. Pendidikan Anak Dalam Islam. Cetakan Pertama. Surakarta: Insan Kamil.




[1] Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Cetakan Pertama, (Surakarta: Insan Kamil, 2012), p. 643-652.
[2] Syamsul Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orant Tua dan Anak dalam Keluarga: Sebuah Perspektif Pendidikan Islam, Cetakan Pertama, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), p. 134-135.
[3] Tuhana Taufiq Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber, Cetakan Pertama, (Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), p. 173-174.

No comments:

Post a Comment

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...