Pendahuluan
Islam dengan kaidah-kaidah hukum yang menyeluruh dan sempurna serta
dengan prinsip-prinsip pendidikannya yang langgeng, telah meletakkan solusi dan
metode untuk menumbuhkan kepribadian anak dari sisi akidah, akhlak, fisik,
akal, mental, dan sosialnya. Prinsip-prinsip dan metode-metode tersebut
(sebagaimana yang telah anda lihat) adalah prinsip-prinsip yang mudah
dilaksanakan. Jika para pendidik dapat menerapkannya dalam membentuk
generasi-generasi penerus dan mendidik masyarakat dan bangsa, pastilah satu bangsa
akan tergantikan oleh bangsa yang baik, satu generasi akan diteruskan oleh
generasi yang baik. Mereka berakidah kuat, berakhlak luhur, fisik kuat, akal
yang matang, dan beretika yang indah. Mereka bahagia dengan keagungan,
kejayaan, dan kekekalan sirah para pendahulu mereka dan kemuliaannya, yaitu
para shahabat dan tabi’in.
Sebelum kita masuk pada pembahasan kaidah-kaidah yang harus
dijadikan sandaran para pendidik dalam membentuk kepribadian anak dan
mempersiapkannya menjadi manusia yang utuh dalam menjalani kehidupan, alangkah
baiknya kiata bahas secara singkat sifat-sifat asasi yang harus dimiliki oleh
pendidik agar pengaruhnya terhadap anak dan respons anak terhadapnya lebih
kuat.
1.
Sifat-sifat
Asasi Pendidik[1]
A.
Ikhlas
Seorang
pendidik harus mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam setiap melakukan tugas
pendidikannya, baik dalam bentuk perintah, larangan, memberikan nasihat,
perhatian, maupun hukuman. Buah manis yang bisa ia dapatkan dari keikhlasannya
adalah berupa keistiqomahannya dalam menjalankan manhaj pendidikan, dapat terus
mengikuti dan mengawasi proses pendidikan anak secara kontinu, selain
mendapatkan pahala dari Allah, keridhaanNya, dan tempat yang luhur di surga.
Ikhlas
dalam perkataan dan perbuatan adalah salah satu asas iman dan tuntutan Islam,
karena Allah tidak akan menerima amal apapun jika tanpa keikhlasan. Allah telah
berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ. (سورة البينة: 5)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” [QS. Al-Bayyinah:
5].
Rasulullah SAW bersabda:
إنّما الأعمال بالنيّات
وإنّما لكلّ امرئ ما نوى. (متفق عليه)
“Sesungguhnya
setiap amalan/pekerjaan itu bergantung pada niatnya, dan tiap orang itu akan
mendapatkan apa yang ia niatkan. [HR. Bukhari dan Muslim].
Jadi,
seorang pendidik itu harus memiliki niat ikhlas karena Allah dan mengharap
ridha-Nya dalam melaksanakan kewajibannya, agar diterima di sisi Allah dan
dicintai oleh anak-anak dan murid-muridnya.
B.
Takwa
Sifat
yang harus dimiliki seorang pendidik adalah takwa. Yaitu, sebagaimana yang
telah didefinisikan oleh para ulama “Bagaimana agar Allah tidak melihat kamu
melakukan apa yang dilarang-Nya dan tidak meninggalkan apa yang apa yang
diperintahkan-Nya.”
Atau
sebagaimana yang dikatakan ulama lain, “Mengapa diri dari Allah dengan amal
shalih serta merasa takut kepada-Nya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
secara terang-terangan.”
Dari
kedua defenisi tersebut dapat diambil sebuah arti menjaga diri dari siksa Allah
dengan perasaan selalu diawasi Allah dan menjalankan aturan-Nya baik ketika
sendirian maupun keramaian. Selain itu juga selalu berusaha untuk mencari yang
halal dan menjauhi yang haram.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ. (سورة آل عمران: 102).
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan
beragama Islam.” [QS. Ali-Imran: 102].
Diriwayatkan dari Anas
Radhiallahu anh bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wasallam bersabda:
اتّق الله حيثما كنت، وأتبع
السّيّئة الحسنة تمحها، وخالق النّاس بخلق حسن. (رواه أحمد والحاكم والترمذى).
“Bertakwalah kepada Allah di mana
saja kamu berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan, kebaikan pasti akan
menghapus kejelekan. Dan berakhlaklah kepada orang-orang dengan akhlak yang
baik. [HR. Ahmad, Al-Hakim, dan At-Tirmidzi].
Dan pendidik termasuk ke dalam
perintah sebagai orang yang diprioritaskan. Hal ini dikarenakan, ia menjadi
teladan bagi orang yang melihat dan mengambil contoh kepada perilakunya, selain
sebagai penanggung jawab pertama pendidikan anaknya yang berdiri di atas asas
keimanan dan ajaran Islam.
Sudah bisa dipastikan bahwa ketika
pendidik tidak memiliki ketakwaan dan berpegang teguh kepada aturan Islam dalam
berperilaku dan muamalah, maka anak akan tumbuh dalam penyimpangan, kerusakan,
kesesatan, dan kejahilan. Mengapa? Karena, pendidik yang bertanggung jawab
atasa pendidikannya telah tercemar dengan kemungkaran, tenggelam di dalam
syahwat, dan sikap hedonis. Sehingga anak pun tumbuh tanpa ada rasa takut
kepada Allah, tidak memiliki rasa selalu diawasi Allah, dan di dalam kamus
nuraninya tidak ada kata menahan diri. Secara otomatis anak pun tumbuh dalam
penyimpangan.
Maka dari itu, para pendidik
haruslah memahami hakikat ini, jika mereka menginginkan kebaikan untuk anak dan
murid mereka di dunia dan akhirat.
C.
Ilmu
pengetahuan
Semua sepakat bahwa pendidik
haruslah seorang yang memiliki pengetahuan mengenai pokok-pokok pendidikan yang
telah digariskan dalam syariat Islam, menguasai perkara-perkara yang halal dan
haram, menguasai prinsip-prinsip akhlak, dan memahami secara global aturan-aturan
Islam dan kaidah-kaidah syariah. Mengapa? Karena, memahami semua ini dapat
menjadikan pendidik meletakkan segala hal pada tempatnya secara bijak, mendidik
anak sesuai dengan pokok-pokok pendidikan dan tuntutan-tuntutannya, serta
berjalan di atas jalan ishlah yang berdiri di atas asa yang kuat dari ajaran
Al-Qur’an, tuntunan Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan teladan
para generasi awal yang shalih dari kalangan shahabat dan yang mengikuti
kebaikan mereka setelahnya.
Sebaliknya, jika pendidik bodoh
maka anak bisa memiliki psikologis yang rumit, akhlaak yang menyimpang, dan
lemah dalam bersosialisasi. Ia menjadi manusia yang tidak berguna dan tidak
dipandang dari sudut mana pun dalam kehidupan. Alasannya, karena yang tidak
memiliki apa pun tidak akan bisa memberi apa pun. Maka dari itu, apa yang bisa
diberikan ayah kepada anaknya jika ia tidak memiliki pengetahuan? Bukankah
tidak sedikit anak yang menjadi sengsara, gara-gara pendidik tidak mengetahui
hukum syariah. Padahal ini adalah tanggung jawab yang berat untuk dipertanggung
jawabkan di hadapan Allh kelak.
وَقِفُوهُمْ
إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ. (سورة الصفات: 24).
“Dan tahanlah mereka (di tempat
perhentian) karena Sesungguhnya mereka akan ditanya.” [QS. Ash-Shaffat: 24].
Yaitu, pada
hari yang tidak lagi berguna anak dan harta. Semoga Allah melimpahkan rahmat
kepada orang yang mengatakan:
Janganlah mengambil ilmu pengetahuan kecuali dari cerdik cendekiawan.
Dengan ilmu pengetahuan kita hidup, dengan jiwa raga kita dapatkan ilmu pengetahuan.
Sementara orang-orang bodoh maka janganlah mendekati mereka.
Karena mereka akan menyesatkan orang yang mengikutinya dengan menutup
mata.
Oleh karenanya, syarat Islam memberi perhatian yang besar dalam hal
memotivasi umat untuk menjadi insane yang berilmu. Telah banyak ayat dan hadits
yang berisikan perintah mencari ilmu.
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôèt tûïÏ%©!$#ur w tbqßJn=ôèt 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#
. (الزمر: 9)
“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.” [QS. Az-Zumar: 9].
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 (
#sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan..” [Al-Mujaadilah:
11]
Maka yang harus dilakukan pendidik setelah
mengetahui hal ini adalah membekali diri dengan pengetahuan yang bermanfaat dan
manhaj pendidikan yang baik.
D.
Santun/Pemaaf
Sifat lain yang dapat membantu dalam
keberhasilan pendidikan adalah sikap santun. Melalui sifat inilah anak akan
tertarik kepada gurunya dan mengikuti semua perkataannya. Dengan perantara
sifat ini juga, anak akan berperilaku baik dan menjauhi perilaku yang tidak
terpuji.
Oleh karenanya, Islam mendorong untuk
memiliki sifat santun dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã Îû Ïä!#§£9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3
ª!$#ur =Ïtä úüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ
“ (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” [QS. Ali-Imran: 134]
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
“Jadilah Engkau
Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh.” [QS. Al-A’raf: 199]
إنّ الله رفيقٌ يحبّ
الرفقَ في الأمر كلِّه. (متفق عليه)
“Sesungguhnya Allah Maha Lemah-lembut yang
mencintai kelemah-lembutan dalam setiap urusan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maksud
dari lemah lembut disini adalah menahan diri ketika marah dan tidak emosi saat
sedang meluruskan anak ketika melakukan kesalahan.
Maka
dari itu, jika pendidik melihat kondisi menuntut untuk memberikan hukuman
teguran atau pukulan kepada anak, maka pendidik tidak boleh melalaikannya, agar
anak dapat berubah menjadi baik. Barangsiapa yang diberi kebijaksanaan, maka ia
telah diberi banyak kebaikan.
E.
Menyadari tanggung jawab
Hal
yang harus disadari dengan baik oleh pendidik adalah menyadari tanggung jawab
besar dalam mendidik anak dari sisi keimanan, perilaku, fisik, mental, akal dan
sosialnya. Kesadaran ini akan selalu mendorong pendidik untuk selalu
memperhatikan dan mengawasi anak, mengarahkannya, membiasakan kebaikan
kepadanya, dan mendisiplinkannya.
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷É9sÜô¹$#ur $pkön=tæ (
w y7è=t«ó¡nS $]%øÍ (
ß`øtªU y7è%ãötR 3
èpt6É)»yèø9$#ur 3uqø)G=Ï9 ÇÊÌËÈ
“Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki
kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [QS.
Thaha: 132]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” [QS. At-Thahrim: 6]
إنّ الله سائلٌ كلّ
راعٍ عمّا استرعاهُ حفظَ أمْ ضَيَّعَ.
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap pemimpin
atas tanggung jawab yang diberikan kepadanya, apakah ia menjaganya atau
menyia-nyiakannya.” [HR. Ibnu Hibban]
Pengaruh Komunikasi Orang Tua
Dorothy Law Nolte dalam puisinya yang indah berjudul “Anak Belajar
Dari Kehidupan”, secara lugas telah menggambarkan bagaimana pengaruh orang tua
dalam membentuk kepribadian anak dalam keluarga, seperti telah diuraikan pada
bagian terdahulu. Baiklah puisi itu dikutip kembali disini untuk menyegarkan
ingatan.
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar
keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh
kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia
belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Puisi diatas memberikan suatu isyarat bahwa berbagai bentuk sikap
dan perilaku yang ditampakkan oleh orang tua kepada anak dalam kehidupan
sehari-hari memberikan pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi jiwa anak.
Hal ini terlihat dari berbagai bentuk sikap dan emosi yang juga diperlihatkan
oleh anak dalam keluarga sebagai akibat dari pengaruh keteladanan dan kebiasaan
sehari-hari yang ditunjukkan oleh orang tua. Ternyata keteladanan dan kebiasaan
dalam bersikap dan berperilaku yang ditunjukkan atau diberikan oleh orang tua
kepada anak memberikan bekas pada jiwa anak, yang pada gilirannya akan
membentuk kepribadian anak.[2]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran seorang pendidik keluarga atau
orang tua sangatlah penting dan memiliki pengaruh yang sangat urgen bagi
anak. Bila anak melihat sikap dan perilaku yang kurang baik pada diri orang tua
maka tidak menutup kemungkinan kalau dia akan menjadi orang yang tidak baik.
Begitu juga sebaliknya, bila orang tua memberikan sikap dan perilaku yang baik
maka anak pula akan menjadi orang yang baik.
Peran
Strategis Ayah-Ibu dalam Mengembangkan Karakter Sukses Anak
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang dalam suatu keluarga
pengasuhan anak tidak hanya dilakukan oleh ayah-ibunya. Akan tetapi, terdapat
anggota keluarga lain turut mengambil peranan dalam mengasuh dan mendidik anak.
Apabila pola pengasuhan senada atau paling tidak selaras, tentunya hal itu
tidak akan menimbulkan permasalahan.
Namun, yang membuat permasalahan adalah apabila adanya keterlibatan
orang lain dalam satu keluarga yang turut mengasuh anak tersebut menerapkan
pola pengasuhan anak yang berbeda-beda antara satu dan yang lain. Lebih repot
lagi jika pola pengasuhan anak yang diterapkan kepada anak bertentangan satu
dengan yang lainnya, tentu akan memancing terjadinya permasalahan, baik pada
anak yang bersangkutan maupun pada orang lain.
Oleh karena itu, Mukti Amin mengemukakan bahwa keberhasilan
mengasuh dan mendidik anak agar berkarakter sukses perlu diperhatikan adanya
berbagai faktor penentu: keterlibatan ayah-ibu dan anggota keluarga lain,
seperti kakek-nenek, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Setidaknya, ada tiga peran utama yang diemban oleh ayah-ibu dalam
upaya mengembangkan karakter sukses pada anak. Pernyataan itu seperti
dikemukakan oleh Gunadi berikut.[3]
1.
Ayah-ibu
berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Tanpa adanya
ketenteraman, akan sukar bagi anak untuk belajar apa pun dan anak akan
mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya. Ketegangan atau ketakutan adalah
wadah yang buruk bagi perkembangan karakter anak.
2.
Ayah-ibu
menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa
yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orang tua yang
diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan
diserap anak.
3.
Mendidik
anak, artinya mengajarkan karakter yang baik (karakter sukses) dan
mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahri Djamarah,
Syamsul. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga: Sebuah
Perspektif Pendidikan Islam. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Taufiq
Andrianto, Tuhana. 2011. Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber. Ceatakan
Pertama. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
‘Ulwan, Abdullah Nashih. 2012. Pendidikan Anak Dalam Islam. Cetakan
Pertama. Surakarta: Insan Kamil.
[1]
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan
Anak Dalam Islam, Cetakan Pertama, (Surakarta: Insan Kamil, 2012), p. 643-652.
[2]
Syamsul Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orant Tua dan Anak dalam Keluarga:
Sebuah Perspektif Pendidikan Islam, Cetakan Pertama, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), p. 134-135.
[3]
Tuhana Taufiq Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber,
Cetakan Pertama, (Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), p. 173-174.
No comments:
Post a Comment