Allah Ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat
197 : …dan berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Saudaraku, bekal
spiritual akan membentuk kepribadian kita lebih dahsyat dan lebih kokoh, jauh
lebih dewasa melampaui umur biologis kita, lebih cerdas melampaui kecerdasan
dan kapasitas akal kita, kuat melebihi fisik kita yang sesungguhnya. Melampaui
efektifitas yang seharusnya. Inilah saatnya kita berkaca. Akankah kita
bersandar kepada selain Allah?
Simak kisah seorang
anak kecil yang memiliki kesadaran besar secara spiritual berikut ini:
Syaikh Ibnu Dhafar
al-Makky mengisahkan kehidupan masa kecil Abu as-Sirri. Masa kecil yang penuh kebesaran.
Saat itu, ia sedang menemani ibunya yang sedang kesakitan dan mengalami
kesulitan dalam persalinan. Coba anda bayangkan, seorang anak kecil harus
berurusan dengan perkara besar. Karena pada saat itu sang ayah tidak berada di
tempat tersebut. Maka ibunya menyuruhnya untuk memanggil ayahnya yang sedang
keluar rumah.
“Wahai, Ibunda,”
kata Abu as-Sirri, “Apakah dalam kondisi yang sedemikian ini engkau akan
meminta pertolongan kepada makhluk yang tidak bisa membawa manfaat atau bahaya,
dan menjadikanku sebagai utusan pula kepadanya?”
“Sebentar lagi aku
mati,” kata sang inu sambil merasakan pedih perihnya rasa sakit menjelang
persalinan.
“Wahai ibunda, katakanlah “Ya Allah tolonglah aku…” kata Abu
as-Sirri membimbing ibunya. Maka sang ibu pun mengucapkannya dan seketika itu
juga bayinya lahir. (Dikemas ulang dari Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Cara
Nabi Mendidik Anak, hal. 35)
Subhanallah. Inilah
kesadaran spiritual yang melampaui batas-batas ketidakberdayaan manusia sebagai
hamba Allah. Manusia yang lemah tak ada apa-apanya ketika dihadapkan pada
kehendak Allah. Instal spiritual adalah dorongan yang kuat secara spiritual
agar kikta tidak beribadah dan meminta kecuali kepada Allah, iyyaaka na’budu
wa iyyaaka nasta’iinu. Tidak terlalu berharap kepada manusia karena bisa
melupakan sandaran kuat yang sesungguhnya.
Kita juga bisa
belajar dari “kesalahan penuh pelajaran” Nabi Yusuf ketika berhasil mengurai
mimpi teman satu ‘hotel prodeo’-nya. Allah mengisahkan tabiat model manusia
pelupa yang tak lagi ingat kebaikan Nabi Yusuf, padahal Yusuf telah berjasa
mengurai mimipinya.
Dan Yusuf berkata
kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua: “
Taerangkanlah keadaanku kepada tuanmu,” Maka setan menjadikan dia lupa
menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf)
dalam penjara beberapa tahun lamanya. (Q.s. Yusuf : 12)
Ibrah besar dari
kisah ini adalah jangan terlalu berharap (berekspektasi) kepada manusia, meski
kita begitu berjasa besar kepadany. Berharaplah kepada Allah meski kita tak
akan pernah berjasa sedikit pun kepada Allah. Allah-lah yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada kita.
Hati-hati
dengan bisikan yang membuat kita lupa. Lupa diri dengan anugrah Allah sehingga
jarang bersyukur. Lupa dengan kebaikan orang lain sehingga tidak berterima
kasih. Yang berbahaya adalah ketika lupa kepada Allah lantas mencari sandaran
lain selain Allah ‘Azza wa jalla. Astaghfirullah....
Saudaraku,
kita bahagia dan tidak sesak di dada apabila telah melembagakan ketegaran
spiritual dalam jiwa. Kemampuan yang akan melampaui efektivitas. Memberi lebih
banyak, lebih baik, lebih prima dari yang diminta. Lebih tanggap, memberi
sebelum diminta. Subhanallah. Itulah kebahagian di atas kebahagian. Surga
sebelum surga. Engkau bisa memulainya serta langsung merasakannya.
(Nb: Bila anda ingin lebih tahu, bisa dilihat
secara langsung pada Buku Spiritual Problem Solving, apalagi mau
mengoleksi dan membacanya, Insya Allah anda tak akan Menyesal)
No comments:
Post a Comment