Wednesday 4 April 2012

SEJARAH FILSAFAT DAN KLASIFIKASINYA


A.    Pendahuluan
Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini, Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Filsafat
2.      Klasifikasi Filsafat
C.    Pembahasan
1.      Pengertian Filsafat
Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut:
a.             Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
b.             Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
c.             Filsafat adalah usaha untuk mendpatkan gambaran keseluruhan.
d.            Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan arti konsep.
e.             Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9).
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsure yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajiakan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti, dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994: 11-12). Karena itu, menurut Harun Nasution, filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Nasution, 1973: 24).
Berfikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri, adalah sebagai karekteristik dan berfikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berfikir filsafat merupakan cara berfikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam. Begitu pun berfikir secara spekulatif, termasuk dalam rangkaian berfikir filsafat. Maksud berfikir spekulatif di sini adalah berfikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengerti hakikat sesuatu (Muhammad Noor Syam, 1986: 25).
Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya juga tak terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung dari pandangan filosof yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia.[2]
2.      Klasifikasi Filsafat[3]
Diseluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini, filsafat biasa dibagi menjadi 3:
1.      Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap filosofis, jika mengandung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah sebuah pengetahuan dinilai benar, jika pernyataan iu sesuai denngan kenyataan empiris. Contoh: jika pernyataan “Saat ini hujan turun”, (benar, jika indra kita menangkap hujan turun, dan salah, jika tidak turun). Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar, jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni:
a.       Bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being).
b.      Bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas).
c.       Bidang filsafat yang mengakaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi).
Beberapa tokoh dalam filsafat barat yaitu: Wittgenstein, Imanuel Kant, dan Rene Descartes.[4]

2.      Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat `an sich` masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filosof: lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematikaseperti dalam filsafat barat.
3.      Filsafat Islam
Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar filsafat Islam, agar dunia pemikiran Islam terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman.
Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat Islam dapatlah diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami. Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Filsafat disebut Islami bukan karena yang melakukan aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama Islam, atau orang yang berkebangsaan Arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok.[5]

D.    Kesimpulan
Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini, Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. 
  

DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Ildi. 2010. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Cetakan III, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Cetakan ke-XVIII, Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.


Zubaedi, Dr. , dkk. 2010. Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn. Cetakan II, Jogjakarta: Ar-Ruzz Group.


[1]  H. Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cetakan ke-XVIII. (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Ed. Revisi, Hal. 254.
[2]  Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Cetakan Ketiga. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2010). Hal. 15-17.
[3]  Filsafat Ilmu dan Metode Riset (Pdf), Bab. 1, Hal. 5-8.
[4] Zubaedi, Filsafat Barat: Dari Logika Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, Cetakan II. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010). Hal. 17.
[5]  Ibid, Hal 225.

No comments:

Post a Comment

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun no-Islam. Karena keluarga merupakan tempa...